Jumat 26 Nov 2021 06:41 WIB

Mantan Anggota Panja Sebut Ada Tekanan Saat Buat UU Ciptaker

Mantan anggota panja ruu cipta kerja sebut ada tekanan internasional saat penyusunan.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Mas Alamil Huda
Ketua Majelis Hakim Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) didampingi Hakim Konstitusi Aswanto (kiri) dan Saldi Isra (kanan) memimpin sidang putusan gugatan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Mantan anggota panitia kerja (Panja) rancangan undang-undang Cipta Kerja ini menyebut ada tekanan internasional saat penyusunan.
Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga
Ketua Majelis Hakim Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) didampingi Hakim Konstitusi Aswanto (kiri) dan Saldi Isra (kanan) memimpin sidang putusan gugatan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Mantan anggota panitia kerja (Panja) rancangan undang-undang Cipta Kerja ini menyebut ada tekanan internasional saat penyusunan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR, Mulyanto, menilai wajar jika Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan UU Cipta Kerja (Ciptaker) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Mantan anggota panitia kerja (panja) rancangan undang-undang Cipta Kerja ini menyebut ada tekanan internasional saat penyusunan.

"Secara umum, UU ini bertentangan dengan jiwa konstitusi dan lebih memihak para pemodal atau investor dan pengusaha, termasuk tekanan internasional," ujar Mulyanto saat dihubungi, Kamis (25/11).

Baca Juga

Dari segi formil, UU Cipta Kerja adalah regulasi yang membatalkan, mengubah, menambah, dan memasukkan norma baru dalam satu peraturan. Ditambah, pembahasannya dilakukan secara terburu-buru dengan sedikit menyerap aspirasi publik.

"Lalu, akhirnya RUU ini diketok menjelang tengah malam gelap gulita. Dari segi substansi, UU ini meliberalisasi sektor pertanian, kehutanan, perdagangan, dan industri pertahanan nasional, lalu mencekik buruh," ujar Mulyanto.

PKS, Mulyanto mengeklaim, sejak awal menolak pengesahan RUU Cipta Kerja yang dilakukan pada Oktober 2020, setelah pihaknya menimbang manfaat dan mudharatnya dari omnibus law tersebut. Dia menyatakan, UU Cipta Kerja harus segera diperbaiki sebagaimana putusan MK.

"Bila tidak diperbaiki, UU ini akan menjadi inkonstitusional permanen. Ini menjadi pelajaran yang berharga bagi pembentuk UU, agar ke depan menjadi lebih baik," ujar Mulyanto.

MK telah menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. UU Cipta Kerja tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

"Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan'," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan.

Dalam pembacaan amar putusan, Anwar menyatakan, Undang-Undang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan para pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dengan DPR melakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan di dalam putusan tersebut. MK memerintahkan kepada para pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan tersebut diucapkan oleh MK.

Baca juga : Diduga Keroyok Polisi, Ormas PP: Itu Spontanitas

Apabila dalam tenggang waktu tersebut para pembentuk undang-undang tidak melakukan perbaikan, Undang-Undang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.

"Apabila dalam tenggang waktu dua tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan (UU Cipta Kerja), undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali," ujar Anwar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement