Jumat 26 Nov 2021 14:51 WIB

Lahan Sudah Jenuh, tidak Ada Drainase Vertikal di Jakut

Pemkot Jakut cari alternatif pengganti drainase vertikal dengan tampungan air.

Petugas Sudin SDA DKI Jakarta bersiap menyelesaikan pembuatan sumur resapan di kawasan Utan Kayu, Jakarta, Kamis (19/11). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan pembuatan 5.000 sumur resapan atau drainase vertikal hingga akhir tahun 2020 untuk mencegah dan mengantisipasi terjadinya banjir. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas Sudin SDA DKI Jakarta bersiap menyelesaikan pembuatan sumur resapan di kawasan Utan Kayu, Jakarta, Kamis (19/11). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan pembuatan 5.000 sumur resapan atau drainase vertikal hingga akhir tahun 2020 untuk mencegah dan mengantisipasi terjadinya banjir. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Seksi Pemeliharaan Drainase Suku Dinas Sumber Daya Air Jakarta Utara Yursid Suryanegara mengatakan tidak ada proyek pembangunan drainase vertikal di wilayah itu karena kondisi lahan yang sudah "jenuh".

"Karena kita sudah jenuh, satu meter lebih sedikit itu sudah ketemu air tanah. Jadi proyek sumur resapan Dinas SDA DKI memang enggak ada di Jakarta Utara," kata Yusrid.

Yusrid menjelaskan kondisi lahan sudah jenuh menyebabkan lahan tidak mampu menyerap air dan hanya melintasi permukaan tanah. Guna mengurangi genangan air di ruas jalan, maka Pemkot Jakarta Utara melalui Suku Dinas Sumber Daya Air menempatkan tanggul tangkapan air (polder) di kawasan yang kerap tergenang saat hujan, salah satunya di kawasan Kelapa Gading dan sekitarnya.

Di kawasan Kelapa Gading tepatnya di Jalan Boulevard Artha Gading sejak saat ini hingga Desember 2022 nanti berlangsung pengerjaan polder oleh Dinas SDA DKI dengan total luasnya lebih dari 70 hektare.

"Namun ditargetkan, saya sudah konfirm ke Dinas SDA, ditargetkan lebih cepat penyelesaiannya," tutur Yursid.

Polder Artha Gading merupakan salah satu program antisipasi genangan yang diinisiasi Pemprov DKI melalui Dinas SDA Provinsi DKI Jakarta dengan pelaksana kerja sama operasi (KSO) PT Adhi Karya, PT Jaya Konstruksi, dan PT Lapi GTC.

Pekerjaan yang akan dilaksanakan di antaranya meliputi pembangunan rumah pompa termasuk "landscape", tanggul waduk, saluran penghubung dengan "box culvert", serta pintu air.

Adapun rumah pompa yang dibangun di dekat Mal Artha Gading itu nanti berkekuatan tujuh meter kubik per detik, dan di seberang dekat Kali Beutik juga ada pompa yang sama kekuatannya 7 meter kubik per detik.

"Di titik ini di Mal Artha Gading nanti ada pompa 7 meter kubik per detik, dan di seberang sana nanti di Kali Beutik juga ada pompa yang sama 7 meter kubik per detik," ucap Yursid.

Dengan adanya pompa yang terbangun ini diharapkan apabila terjadi genangan nanti di Artha Gading, Kelapa Gading, dan sekitarnya bisa langsung surut dalam 3-4 jam.

Selain itu juga dalam sistem polder ini nantinya ada pekerjaan pintu air di lima titik sepanjang Kali Beutik. Pada ujung utara ada di Kelapa Gading hingga ujung selatan di kawasan Pegangsaan dengan total terdapat lima pintu air.

"Jadi harapannya saat kondisi Kali Beutik penuh, kami tutup semua. Jadi sisa alirannya bisa kami pompa langsung (di rumah pompa Polder Artha Gading)," kata Yursid.

Selain itu, untuk mencegah naiknya air dari Kali Sunter, maka akan ditinggikan dengan dinding di sekitar segmen Artha Gading ke arah utara dengan tinggi 500 meter.

"Untuk yang di sebelah (dinding) beton, yang Kali Gendong ini sheetpile di kiri-kanan sekaligus termasuk dalamnya juga," kata Yursid.

Terkait sumur resapan, Pemerintah Kota Jakarta Utara mencari alternatif dengan mendorong pengembang swasta menjalankan kewajiban pembangunan tampungan air di lahan yang akan dibangun di Jakarta Utara.

"Jadi mereka harus membangun berapa meter kubik tampungan, itu nanti paling di situ pengganti drainase vertikalnya, pengganti sumur resapan, karena di Jakut enggak ada, makanya itu," kata Yursid.

Untuk desain kedalaman tampungan air atau sumur resapan air itu tergantung, mengikuti luas lahan (space) yang pengembang miliki. "Jadi dia punya space berapa, nanti kedalamannya menyesuaikan. Jadi misalkan dia punya space 10x10 meter. Ternyata yang dari hitungan luasan lahan dia, yang enggak tertutup itu, misalkan 600 meter kubik. Berarti dia baru 100 meter, dia harus gali ke dalam 6 meter," pungkas Yursid.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement