REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah terus berupaya memaksimalkan pemanfaatan potensi batu bara di dalam negeri melalui hilirisasi agar komoditas ini tetap menjadi penggerak ekonomi nasional di masa depan. Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Kementerian ESDM Sujatmiko mengatakan pemerintah memanfaatkan batu bara untuk menjadi dimetil eter hingga bahan baku untuk pabrik petrokimia.
"Dalam hilirisasi ini nanti batu bara kami konversi menjadi gas, nah gasnya bisa untuk dimetil eter, dimetil eter bisa untuk mengganti LNG maupun syngas batu bara bisa untuk metanol, pupuk maupun keperluan pabrik petrokimia," ujarnya dalam acara Indonesia EBTKE ConEx yang dipantau di Jakarta, Jumat (26/11).
Dimetil eter dipandang memiliki prospek sebagai bahan bakar masa depan karena mampu digunakan sebagai pengganti elpiji. Melalui skenario gasifikasi batu bara menjadi dimetil eter, pemerintah berupaya memperpanjang masa pemanfaatan batu bara sebagai energi primer.
Berdasarkan perhitungan Kementerian ESDM pada 2020, sumber daya batu bara di Indonesia mencapai 143 miliar ton, cadangan sebanyak 38,8 miliar ton, asumsi produksi 600 juta ton per tahun, dan kecukupan cadangan bisa bertahan selama 65 tahun bila tidak ada penambahan cadangan batu bara.
Angka produksi dan kebutuhan batu bara terus meningkat selama 20 tahun ke depan untuk memenuhi kebutuhan energi nasional dan dunia. Kementeria ESDM mencatat produksi batu bara hanya 550 juta ton pada 2020, lalu meningkat menjadi 633 juta ton pada 2025, kemudian bertambah lagi menjadi 684 juta ton 2030, dan sedikit turun menjadi 678 juta ton pada 2040.
Hilirisasi batu bara akan menjadi penopang utama untuk mengantisipasi kekurangan pasokan gas di dalam negeri."Kami berharap dengan adanya potensi yang besar ini batu bara bisa terus kami gunakan sebagai penggerak ekonomi nasional," ucap Sujatmiko.