Jumat 26 Nov 2021 17:00 WIB

Cegah Varian Afsel, Perketat Protokol Kesehatan

Pengetatan aturan perjalanan internasional harus dijalankan dengan benar.

Rep: Fauziah Mursid/Rizky Suryarandika/ Red: Friska Yolandha
Petugas kesehatan mengambil sampel untuk tes usap RT Polymerase Chain Reaction (PCR) di Skybridge, Bandara SMB II, Palembang, Sumatera Selatan, Senin (1/11/2021). Untuk meringankan beban masyarakat yang hendak berpergian dan mendorong sektor perekonomian, per 27 Oktober lalu pemerintah secara resmi menetapkan tarif PCR tertinggi di Pulau Jawa-Bali sebesar Rp275 ribu dan Rp300 ribu untuk luar Pulau Jawa - Bali.
Foto: ANTARA/Feny Selly
Petugas kesehatan mengambil sampel untuk tes usap RT Polymerase Chain Reaction (PCR) di Skybridge, Bandara SMB II, Palembang, Sumatera Selatan, Senin (1/11/2021). Untuk meringankan beban masyarakat yang hendak berpergian dan mendorong sektor perekonomian, per 27 Oktober lalu pemerintah secara resmi menetapkan tarif PCR tertinggi di Pulau Jawa-Bali sebesar Rp275 ribu dan Rp300 ribu untuk luar Pulau Jawa - Bali.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PL) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi meminta aturan pengetatan perjalanan internasional dijalankan dengan baik untuk mencegah masuknya berbagai varian baru Covid-19. Termasuk salah satunya, varian baru B.1.1.529 dari Afrika Selatan yang disebut lebih menular.

"Iya (jalankan dengan benar), tetap perkuat pintu masuk negara dengan memastikan ketentuan karantina dijalankan dengan benar oleh semua pihak," ujar Nadia saat dikonfirmasi, Jumat (26/11).

Baca Juga

Nadia mengatakan, pemerintah terus mewaspadai varian baru ini jangan sampai masuk ke Indonesia. Selain itu, Pemerintah juga terus memantai perkembangan status varian ini dari pandangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) apakah nantinya masuk varian yang diperhatikan atau variant of interest (VOI) atau varian yang diwaspadai atau variant of concern (VOC).

"Varian ini kita waspadai dan kita tunggu pandangan WHO terkait ini apakah virusnyaa VOI atau VOC ya," kata Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 tersebut.

Sebelumnya, Juru Bicara Pemerintah untuk penangan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebut varian baru dari Afrika Selatan yakni Varian Nu dengan lineage B.1.1.529 saat ini masih menjadi Variants Under Monitoring atau varian yang masih dalam pemantauan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) per uupdate per 24 November 2021). Namun demikian, antisipasi tetap perlu dilakukan agar varian yang masih dalam pemantauan ini kemudian bisa menyebar seperti varian-varian yang beredar sebelumnya.

Karena itu, ia mengimbau masyarakat menerapkan protokol kesehatan demi mencegah penularan Covid-19 beserta varian-varian lainnya.

"Semua varian virus kalau dibiarkan menular. karena masyarakat tidak disiplin protokol kesehatan, punya potensi menjadi lebih virulen atau sebaliknya. Jadi jaga prokes," ujar Wiku.

lmuwan Afrika Selatan pada Kamis (25/11) telah mendeteksi varian baru Covid-19 dalam jumlah kecil. Varian yang disebut B.1.1.529 itu memiliki konstelasi yang sangat tidak biasa, dan mengkhawatirkan karena dapat membantu menghindari respons imun tubuh sehingga lebih menular.

Tanda-tanda awal dari laboratorium diagnostik menunjukkan, varian tersebut telah meningkat pesat di Provinsi Gauteng yang padat penduduk. Varian baru itu kemungkinan sudah menyebar di delapan provinsi lainnya di Afrika Selatan.

Sementara beberapa negara telah mengantisipasi varian ini, contohnya Inggris dengan memberlakukan pembatasan perjalanan ke Afrika Selatan dan lima negara di sekitarnya.

Yang kami tahu adalah ada mutasi, yang mungkin dua kali lipat jumlah mutasi yang kami lihat pada varian Delta. Dan itu menunjukkan bahwa, (varian) itu mungkin lebih mudah menular dan vaksin yang saat ini kita miliki mungkin kurang efektif," kata Menteri Kesehatan Inggris, Sajid Javid.

Guru Besar FKUI Tjandra Yoga Aditama mengatakan varian B.1.1.529 diketahui punya banyak mutasi. Bahkan ada yang menyebutkan 30 mutasi atau lebih. Bila benar demikian maka menurutnya, varian B.1.1.529 lebih banyak dari varian Delta.

"Makin banyak mutasi yang ada tentu akan makin mengkhawatirkan tentang kemungkinan dampaknya. Mengkhawatirkan artinya harus waspada dan diteliti mendalam secara ilmiah, belum tentu juga akan lebih berbahaya, tergantung dari analisa ilmiah beberapa waktu ke depan," kata Prof Tjandra dalam keterangannya, Jumat.

Prof Tjandra mengungkapkan biasanya perlu waktu beberapa pekan barulah semua informasi terkait varian Covid-19 bisa lebih jelas. Sebab sejauh ini varian B.1.1.529 baru diduga akan berdampak terhadap penularan.

"Belum terlalu jelas apakah akan ada dampak pada 4 hal lain, yaitu beratnya penyakit, diagnosis dengan PCR  dan antigen, infeksi ulang dan vaksin," ujar Prof Tjandra.

Untuk saat ini, Prof Tjandra memantau beberapa negara sudah membatasi penerbangan dari negara terjangkit, dan atau memperketat karantina. WHO dikabarkan akan rapat untuk menentukan apakah varian Botswana akan masuk kelompok Variant under investigation (VUI), atau akan masuk Variant of Interest (VOI) atau Variant of Concern (VOC).

"Kalau nanti diputuskan jadi VOI atau VOC maka tentu akan dapat nama khusus, ada yang memperkirakan (belum pasti) mungkin akan diberi nama  Nu, kalau memang jadi VOI atau VOC, kalau VUI maka belum diberi nama khusus," ucap Prof Tjandra.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement