Jumat 26 Nov 2021 17:52 WIB

Israel Batasi Negara yang Bisa Beli Teknologi Sibernya

Israel kurangi jumlah negara yang bisa membeli teknologi sibernya hingga 60 persen

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Bendera Israel. Israel kurangi jumlah negara yang bisa membeli teknologi sibernya hingga 60 persen. Ilustrasi.
Foto: AP/Oded Balilty
Bendera Israel. Israel kurangi jumlah negara yang bisa membeli teknologi sibernya hingga 60 persen. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Israel telah mengurangi jumlah negara yang memenuhi syarat untuk membeli teknologi sibernya sekitar 60 persen. Laporan ini pertama kali disampaikan oleh surat kabar keuangan Calcalist Israel pada Kamis (25/11).

Surat kabar itu mengatakan Meksiko, Maroko, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab termasuk di antara negara-negara yang sekarang akan dilarang mengimpor teknologi siber Israel. Dilansir Middle East Eye, daftar negara yang dilisensikan untuk membeli teknologi telah dipotong menjadi hanya 37 negara, turun dari 102 negara.

Baca Juga

Menanggapi laporan tersebut, Kementerian Pertahanan Israel mengatakan pihaknya mengambil langkah-langkah yang tepat ketika persyaratan penggunaan yang diatur dalam lisensi ekspornya dilanggar. Namun, lembaga itu tidak mengonfirmasi bahwa lisensi telah dicabut.

Pada Juli, Amnesty International, Forbidden Stories, dan sekelompok organisasi media internasional mengungkapkan spyware Pegasus milik NSO Group telah digunakan untuk meretas ponsel pintar milik jurnalis, pejabat pemerintah, aktivis hak asasi manusia, dan pemimpin politik. Kelompok investigasi mengungkapkan telah memperoleh daftar 50 ribu nomor telepon yang tampaknya menjadi target yang diidentifikasi oleh klien perusahaan Israel untuk dimata-matai menggunakan Pegasus.

Maroko dan UEA, yang keduanya menormalkan hubungan dengan Israel tahun lalu, serta Arab Saudi, adalah negara-negara memiliki kaitan dengan Pegasus dalam pengawasan politik. Sejak laporan itu diterbitkan, Israel telah berada di bawah tekanan untuk mengendalikan ekspor spyware. Sementara NSO yang menyangkal melakukan kesalahan telah menghadapi sejumlah tuntutan hukum dan keuangan.

Awal bulan ini, Departemen Perdagangan AS menempatkan NSO dan perusahaan spyware Israel lainnya, Candiru, dalam daftar hitam perdagangan. Keputusan ini diambil karena perusahaan itu menjual spyware kepada pemerintah yang menyalahgunakannya.

NSO juga menghadapi tuntutan hukum dan kritik dari perusahaan teknologi besar yang menuduhnya mengekspos pelanggan mereka untuk diretas. Pada Selasa (23/11), Apple mengajukan gugatan terhadap perusahaan Israel atas penggunaan spyware Pegasus untuk menyerang pengguna raksasa teknologi itu.

Apple juga mengatakan ingin secara permanen mencegah NSO menggunakan perangkat lunak, layanan, atau perangkat perusahan itu. Langkah ini berpotensi membuat produk spyware perusahaan itu tidak berharga lagi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement