REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA - Negara-negara Asia dan Eropa bergegas memperketat pembatasan pada Jumat (26/11) setelah varian baru virus corona yang kemungkinan resisten terhadap vaksin ditemukan di Afrika Selatan (Afsel). Varian itu memiliki paku protein yang sangat berbeda dengan varian asli yang menjadi dasar pembuatan vaksin. Demikian diungkapkan kata Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA).
Para ilmuwan masih mempelajari varian yang pertama kali ditemukan awal pekan ini. Namun kabar soal itu sudah mengguncang pasar keuangan. Saham-saham di Asia mengalami tekanan terbesar dalam tiga bulan dan harga minyak jatuh lebih dari tiga persen.
Varian yang disebut B.1.1.529 itu juga ditemukan di Botswana dan Hong Kong, kata UKHSA. Inggris telah melarang sementara penerbangan dari Afsel, Namibia, Botswana, Zimbabwe, Lesotho, dan Eswatini. Inggris juga meminta warganya yang datang dari negara-negara tersebut untuk menjalani karantina.
Singapura segera menyusul langkah Inggris. Kementerian kesehatan negara kota itu mengatakan akan membatasi kedatangan dari Afsel dan negara-negara sekitarnya sebagai langkah pencegahan.
Italia memberlakukan larangan masuk bagi pendatang yang telah mengunjungi sejumlah negara Afrika, termasuk Afsel, dalam 14 hari terakhir. Negara-negara Eropa sebelumnya telah memperluas vaksinasi booster dan memperketat pembatasan ketika benua itu berjuang menghadapi gelombang keempat Covid-19 yang dipicu varian Delta.
Jerman melaporkan rekor harian tertinggi dengan lebih dari 76 ribu kasus dalam sehari. Angkatan udaranya untuk pertama kali bersiap menerbangkan pasien Covid-19 yang parah ke daerah lain di negara itu untuk mengurangi tekanan pada rumah sakit. Pemerintah Jerman juga akan menetapkan Afsel sebagai area varian virus, kata sumber di kementerian kesehatan setempat.
Varian baru tersebut memiliki konstelasi mutasi yang "sangat tidak biasa". Mutasi itu mengkhawatirkan karena dapat membantu virus menghindari respons kekebalan tubuh dan membuatnya lebih menular, kata para ilmuwan Afsel.