REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan terpidana kasus politik, DR Syahganda Nainggolan, mengatakan pihaknya menuntut kepada Presiden untuk melakukan rehabilitasi nama baiknya. Hal ini terkait terkait keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) bertentangan dengan UUD 1945.
"Saya meminta Presiden Jokowi merehabilitasi nama saya. Apalagi saya telah ditangkap puluhan polisi pada 13 Oktober 2020 pukul 03.00 pagi dini hari atas tuduhan melakukan tindakan pidana membuat keonaran yang meresahkan masyarakat. Barang bukti penangkapan saya adalah pernyataan saya di tweeter yang mengutuk rencana UU Omnibus Law Ciptaker yang menyengsarakan buruh. Nah UU ini kini harus direvisi oleh putusan MK. Maka UU ini terbukti bermasalah. Untuk itu nama baik saya sekarang oleh negara harus direhabilitasi,'' kata Syahganda, yang kini tengah berada di Belanda kepada Republika.co.id, Jumat malam (26/11).
Syahganda menegaskan, seperti diketahui pengadilan Depok mengadilinya dan menjatuhkan hukuman penjara 10 bulan atas tuduhan tersebut. Hal itu adalah melakukan perbuatan atau pemberitaan berlebihan atau kekurangan yang berpotensi menyebabkan kerusuhan.
''Sebelumnya jaksa menuntut saya untuk dipenjara selama 6 tahun. Kuasa hukum saya, Alkatiri SH dan saksi ahli Dr Margarito Kamis, SH, dalam persidangan itu pun sudah mengatakan bahwa RUU Omnibus Law Ciptaker itu bertentangan dengan Konstitusi UUD 1945. Nah, sekarang terbukti. Jadi apa salah saya kok sampai harus dihukum,'' tukasnya.
Syahganda selanjutnya mengatakan selain menuntut secara politik agar Jokowi merehabilitasi nama baiknya, dia meminta agar nama baik Mohammad Jumhur Hidayat dan Anton Permana juga direhabilitasi. "Hukuman kepada Jumhur harus dianulir dan direhabilitasi nama baiknya oleh negara. Demikian pula untuk terdakwa lainnya Anton Permana."
"Rehabilitasi nama baik ini adalah urusan politik moral. Sebab, memenjarakan orang yang membela tegaknya konstitusi merupakan kejahatan moral. Nama baik kami harus direhabilitasi sekarang,'' tegas Syahganda.
Senada dengan Syahganda, Jumhur Hidayat juga bersikap senada. Usai terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal UU Cipta Kerja, maka pihaknya menuntut Presiden Jokowi sebagai kepala negara merehabilitasi namanya. Sebab, apa yang ia cemaskan bahwa UU tersebut merugikan rakyat, diantaranya kaum buruh, kini sudah terbukti.
''Dahulu kami menyatakan UU Cipta Kerja menyengsarakan rakyat itu dianggap hoak dan kami dipenjara. Eh ternyata kini UU itu dianggap batal meski dengan bersyarat. Jadi apa salah kami ketika memprotes UU itu. Kami sudah terlanjur coreng moreng nama baiknya. Negara harus memulihkannya,'' kata Jumhur ketika dihubungi.
Jumhur menegaskan, sebagai imbas dari putusan MK maka kini kepada pihak yang dihukum akibat memprotes UU ini harus dipulihkan nama baiknya. Mereka yang tengah menjalankan hukuman harus diberi amnesti. Mereka yang masih menjalani proses hukum harus mendapat abolisi. Dan mereka yang sudah menjalankan hukuman harus direhabilitasi. Ini adalah kewajiban presiden selaku kepala negara, bukan sebagai kepala eksekutif,'' kata Jumhur Hidayat menandaskan.