Sabtu 27 Nov 2021 00:07 WIB

Pakar: Kawal Kepatuhan Pemerintah Jalani Putusan UU Ciptaker

Pakar meminta publik kawal kepatuhan pemerintah jalani putusan MK soal UU Ciptaker

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bayu Hermawan
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengajak masyarakat mengawal kepatuhan Pemerintah dan DPR terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal UU Cipta Kerja. MK memutus UU Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara (UUD) Republik Indonesia Tahun 1945 hingga perlu diperbaiki.

Bivitri mendesak DPR dan Pemerintah mempelajari pertimbangan MK untuk memperbaiki proses legislasi UU Cipta kerja. Tujuannya agar semua asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik dipenuhi secara substantif. 

Baca Juga

"Uji materil yang masih berlangsung (berbagai pasal tengah diuji) tetap harus dipantau untuk melihat norma-norma yang mungkin dinyatakan inkonstitusional ataupun ditafsirkan oleh MK sehingga juga akan menyumbang pada pembahasan selama 2 tahun ini," kata Bivitri dalam keterangannya usai dikonfirmasi Republika.co.id, Jumat (26/11).

Bivitri menekankan putusan MK bukan berarti kemenangan bagi buruh karena UU Cipta Kerja tetap berlaku sampai 2 tahun lagi. Hanya saja, ada angin segar karena tidak boleh lagi ada peraturan pelaksana (PP dan Perpres yang diperintahkan secara eksplisit untuk dibuat) dalam 2 tahun ini. 

"Tetapi inipun berarti, peraturan pelaksana yang sudah ada dan penuh kritik, tetap berlaku," ujarnya.

Oleh karena itu, Bivitri mengimbau semua elemen masyarakat memasang mata dan telinga guna memastikan putusan MK benar-benar dijalankan oleh Pemerintah dan DPR.

"Kita semua harus mengawasi apakah pemerintah benar-benar menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas dan tidak menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja," tutur Bivitri.

MK memang menyatakan proses pembentukan RUU Cipta Kerja inkonstitusional. Tetapi UU ini tetap berlaku sampai dengan UU diubah 2 tahun sejak putusan (25 November 2023). Apabila sampai dengan 25 November 2023, UU yang baru tidak juga dibuat, maka UU Cipta Kerja yang sekarang menjadi tidak berlaku lagi dan semua yang sudah diubah oleh UU Cipta Kerja menjadi berlaku lagi. 

"Pertanyaan yang mungkin timbul: Apakah PP yang sudah ada tetap berlaku? Ya, karena yang dianggap inkonstitusional adalah proses pembentukan, tetapi UU dan segala peraturan yang sudah ada tetap berlaku, hanya tidak boleh membuat peraturan pelaksana baru dan kebijakan lainnya yang bersifat strategis," jelas Bivitri.

Diketahui, MK menyatakan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. UU Cipta Kerja tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat. Namun MK memerintahkan kepada DPR dan pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan tersebut diucapkan oleh MK. 

"Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan'," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement