Sabtu 27 Nov 2021 06:01 WIB

Perusahaan Thailand Jual Pizza Daun Ganja

Pizza ini menggunakan daun ganja dan legal untuk dikonsumsi.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Daun ganja (ilustrasi)
Foto: news-medical.net
Daun ganja (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Salah satu rantai makanan cepat saji utama di Thailand telah mempromosikan “Crazy Happy Pizza” bulan ini. Produk ini menggunakan daun ganja dan legal untuk dikonsumsi.

Kedai pizza legendaris di ibu kota Kamboja, Phnom Penh, Pizza Company, yang menawarkan ganja yang kuat sebagai bumbu opsional. "Tentu saja, mereka tidak boleh mabuk,” kata manajer umum The Pizza Company Panusak Suensatboon.

Baca Juga

"Ini hanya kampanye pemasaran. dan Anda bisa mencicipi ganja dan kemudian jika Anda sudah cukup, Anda mungkin akan sedikit mengantuk," ujarnya.

Crazy Happy Pizza adalah campuran topping yang membangkitkan rasa sup Tom Yum Gai Thailand yang terkenal dengan daun ganja goreng di atasnya. Ganja juga dimasukkan ke dalam kerak keju dan ada potongan ganja di sausnya.

Pizza 9 inci berharga 499 baht atau sekitar 15 dolar AS. Pelanggan yang lebih memilih do-it-yourself dapat memilih topping mereka sendiri, dengan biaya tambahan 100 baht untuk dua atau tiga daun ganja.

Tanaman ganja telah digunakan untuk dua tujuan utama, sebagai rami untuk membuat tali dan pakaian. Kemudian  sebagai obat memabukkan, yang dikenal sebagai pot, ganja, dan dagga.

Dalam beberapa tahun terakhir, sejenis produk menengah telah muncul, cannabidiol atau CBD. Bahan kimia ini ditemukan dalam daun ganja yang dapat diproses menjadi apa yang disebut-sebut sebagai obat penyembuh segalanya. CBD dapat dipisahkan dari tetrahydrocannabinol (THC) atau bahan kimia dalam daun ganja yang menghasilkan ganja yang memabukan.

CBD telah melegitimasi produk yang dibuat dengan ganja, memanfaatkan daun ganja tanpa melanggar hukum atau mengajukan pertanyaan kesehatan utama. Ini menjadi industri yang mulai meledak, terutama di Amerika Serikat.

Ganja rekreasional masih ilegal di Thailand dan dapat didenda dan dipenjara. Hanya saja undang-undang narkoba telah diliberalisasi dalam beberapa tahun terakhir. Ganja diatur untuk penggunaan obat dan individu diperbolehkan menanam sejumlah kecil tanaman untuk konsumsi mereka sendiri.

Thailand pun sejak Desember lalu menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang menghapus bagian tertentu dan ekstrak ganja dari daftar narkotika yang dikendalikan. Pada Februari tahun ini mengizinkannya untuk digunakan dalam makanan dan minuman. Jumlah THC dalam produk CBD tidak boleh melebihi 0,2 persen dari total beratnya, hampir menghilangkan kemungkinan efek yang didapatkan.

Produk ganja bahkan sebelum didekriminalisasi telah menjadi industri rumahan di Thailand. Namun, keputusan The Pizza Company mendorongnya ke pasar komersial besar.

Meski menjadi tawaran yang menarik, nyatanya Crazy Happy Pizza penjualannya lesu. Menurut Panusak varian baru ini menghadapi beberapa kendala, seperti tidak dapat diiklankan atau dijual secara legal kepada siapa pun yang berusia di bawah 12 tahun.

Perusahan itu harus membuang sekitar seperlima daun ganja yang diperolehnya karena penjualan yang tidak cukup baik. "Saya rasa pasar belum siap untuk produk ganja. Kami tahu ini sejak awal. Kami hanya ingin menjadi penggerak pertama yang meluncurkan sesuatu yang baru dan inovatif di pasar," kata Panusak.

Dekan Chulalongkorn Business School Bangkok, Wilert Puriwat, percaya bahwa penggunaan ganja untuk pemasaran bisa efektif pada tahap awal. Namun, pemilik bisnis memerlukan strategi untuk membuatnya bekerja dalam jangka panjang.

"Umumnya orang yang mencobanya tidak akan berharap bisa mabuk. Mereka hanya ingin membuat diri mereka tetap trendi dan mengambil foto untuk diposting di media sosial mereka untuk menunjukkan bahwa mereka telah mencoba sesuatu yang dulunya ilegal," kata Puriwat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement