Sabtu 27 Nov 2021 15:50 WIB

Menlu Turki dan Ethiopia Bahas Konflik Tigray

Pemerintah Turki mendesak warganya untuk meninggalkan Ethiopia.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nidia Zuraya
Tentara pemerintah Ethiopia naik di belakang truk di jalan dekat Agula, utara Mekele, di wilayah Tigray di Ethiopia utara pada Sabtu, 8 Mei 2021. Perdana Menteri Abiy Ahmed telah pergi ke medan perang untuk memimpin pasukan militer negaranya , pemerintahnya mengumumkan Rabu, 24 November 2021.
Foto: AP/Ben Curtis
Tentara pemerintah Ethiopia naik di belakang truk di jalan dekat Agula, utara Mekele, di wilayah Tigray di Ethiopia utara pada Sabtu, 8 Mei 2021. Perdana Menteri Abiy Ahmed telah pergi ke medan perang untuk memimpin pasukan militer negaranya , pemerintahnya mengumumkan Rabu, 24 November 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA - Menteri Luar Negeri (Menlu) Turki dan Menlu Ethiopia dilaporkan telah melakukan dialog melalui telepon membahas soal situasi terbaru di Ethiopia, Jumat (26/11) waktu setempat. Mevlut Cavusoglu dan Demeke Mekonnen turut membahas konflik di Tigray.

"Mevlut Cavusoglu mengatakan kepada Demeke Mekonnen bahwa Turki siap memberikan dukungan untuk mengakhiri konflik di Ethiopia dan menyelesaikan masalah melalui dialog,"  ujar sumber diplomatik Turki yang tidak bersedia disebutkan namanya, seperti dilansir laman Anadolu Agency, Sabtu (27/11).

Baca Juga

Pemerintah Ethiopia mengatakan bahwa Perdana Menteri Abiy Ahmed telah maju ke medan tempur untuk memimpin bangsa melawan kelompok pemberontak. Dia menyerahkan tugas hariannya kepada Demeke, yang juga wakil perdana menteri.

Awal pekan ini, Kedutaan Besar Turki di ibukota Addis Ababa mendesak warga Turki di Ethiopia untuk meninggalkan negara itu. Hal ini diperingatkan karena meningkatnya bentrokan antara pasukan tentara dan anggota Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF).

Pada 2 November, pemerintah Ethiopia mengumumkan keadaan darurat di negara itu karena serangan TPLF yang bergerak ke selatan. Pertempuran di Ethiopia utara telah berlangsung selama lebih dari satu tahun.

Konflik membuat sekitar 2,5 juta orang mengungsi, dan menyebabkan lebih dari 5 juta orang di wilayah tersebut membutuhkan bantuan mendesak.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement