Ahad 28 Nov 2021 05:55 WIB

Inggris Laporkan Dua Kasus Covid Varian Omicron

Kasus varian Omicron terkait perjalanan dari Afrika bagian selatan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Indira Rezkisari
Warga Inggris diminta tetap waspada atas kemunculan varian Omicron. co
Foto: Pixabay
Warga Inggris diminta tetap waspada atas kemunculan varian Omicron. co

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Inggris mengonfirmasi penemuan dua kasus Covid-19 varian Omicron pada Sabtu (27/11). Kedua pasien yang terinfeksi varian tersebut sempat melakukan perjalanan ke Afrika bagian selatan.

“Setelah pengurutan genom semalam, Badan Keamanan Kesehatan Inggris telah mengonfirmasi bahwa dua kasus Covid-19 dengan mutasi yang konsisten dengan B.1.1.529 (Omicron) telah diidentifikasi di Inggris. Kedua kasus itu terkait dan ada kaitan dengan perjalanan ke Afrika (bagian) selatan,” kata Pemerintah Inggris dalam sebuah pernyataan.

Baca Juga

Dua pasien yang terinfeksi Omicron masing-masing terdeteksi di Nottingham dan Chelmsford. “Kami telah bergerak cepat, dan individu-individu tersebut menjalani isolasi selagi pelacakan kontak sedang berlangsung,” kata Menteri Kesehatan Inggris Sajid Javid.

Saat ini Inggris sudah menerapkan larangan perjalanan dari sejumlah negara Afrika perihal penyebaran varian Omicron. Negara tersebut antara lain Malawi, Mozambik, Zambia, Angola, Afrika Selatan. Namibia, Lesothoa, Eswanitin, Zimbabwe, dan Botswana.

Javid menyerukan warga Inggris tetap waspada atas kemunculan varian Omicron. “Ini adalah pengingat nyata bahwa kita belum keluar dari pandemi ini,” kata Javid seraya menyerukan masyarakat memperoleh suntikan vaksin booster.

Selain di Inggris, varian Omicron dilaporkan sudah turut ditemukan di, termasuk Belgia dan Israel. Varian Omicron diduga muncul pertama kali di Afrika bagian selatan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah mengklasifikasikannya sebagai “variant of concern”. Artinya varian tersebut sudah memantik kecemasan WHO. Label itu menunjukkan bahwa varian baru terkait lebih berbahaya daripada versi asli virus. Misalnya, karena lebih menular, mematikan, atau memiliki resistansi terhadap vaksin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement