REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Sebanyak sembilan desa di Kecamatan Sukawening dan Karangtengah, Kabupaten Garut, terdampak banjir bandang yang terjadi pada Sabtu (27/11). Sedikitnya, 312 KK terdampak akibat kejadian bencana itu.
Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Barat (Jabar) Uu Ruzhanul Ulum mengatakan berdasarkan keterangan warga sekitar, banjir bandang itu merupakan kejadian yang kali pertama. Sebelumnya, di wilayah itu tak pernah terjadi banjir bandang.
"Tadi ada warga yang bilang sama saya, sudah 46 tahun baru kali ini terjadi banjir bandang," kata dia saat meninjau Kampung Ciloa, Desa Sukamekti, Kecamatan Sukawening, Kabupaten Garut, Ahad (28/11).
Uu menyebut curah hujan yang terjadi saat ini memang dalam kategori ekstrem. Namun, menurut dia, banjir bandang tak mungkin terjadi hanya karena curah hujan yang ekstrem. Artinya, ada faktor lain yang menyebabkan terjadinya banjir bandang.
Ia meilai, salah satu faktor yang menyebabkan banjir bandang adalah alih fungsi lahan. "Kalau resapan air tak terganggu, kemungkinan tak akan ada banjir bandang. Berarti ada alih fungsi lahan," kata dia.
Uu mengungkapkan alih fungsi lahan yang terjadi bukan berarti dilakukan secara ilegal. Namun, ada alih fungsi lahan yang legal. Sebab, ia menyebut, 70 persen hutan di Jabar mengalami fungsi untuk sumber ekonomi.
"Makanya sekarang kita sedang berpikir, alih fungsi ini diteruskan atau dievaluasi. Kita akan rapat untuk menentukan langkah agar kejadian ini tak terulang," ujar dia.
Apalagi, Uu mengatakan, saat ini banyak alih fungsi lahan untuk kawasan wisata. Menurut dia, di beberapa daerah terjadi banjir karena di hulunya dijadikan tempat wisata.
"Itu akan akan kami evaluasi," kata dia.