REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Penelitian matematikawan Peking University menemukan China dapat dilanda gelombang baru wabah Covid-19 hingga 630 ribu kasus per hari. Kondisi itu bisa terjadi jika China mencabut kebijakan pembatasan sosial pandemi seperti mencabut larangan terbang.
Dalam laporan yang dirilis CDC Weekly, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit China, para ahli mengatakan China tidak dapat mencabut pembatasan larangan terbang tanpa vaksinasi yang lebih efisien atau mengambil tindakan khusus. Para peneliti mengambil data dari dari Amerika Serikat (AS), Inggris, Spanyol, Prancis, dan Israel pada bulan Agustus lalu. Para matematikawan menilai kemungkinan hasil yang dicapai apabila China mengadopsi taktik pengendalian pandemi yang sama dengan negara-negara tersebut.
Laporan itu menyebutkan angka kasus infeksi China dapat mencapai 637.155 kasus per hari jika mengadopsi strategi AS. Sementara kasus infeksi China dapat menyentuh 275.793 kasus per hari jika mengambil pendekatan Inggris dan 454.198 kasus per hari apabila meniru Prancis.
"Perkiraan menunjukkan kemungkinan nyata wabah kolosal yang hampir pasti tidak dapat ditanggung sistem medis," kata laporan tersebut, Ahad (28/11).
"Temuan kami menghasilkan peringatan yang jelas. Untuk saat ini kami tidak siap untuk merangkul strategi 'terbuka' yang bertumpu pada hipotesis kekebalan kelompok yang dihasilkan vaksinasi seperti yang dianjurkan negara-negara Barat tertentu," tambah laporan itu.
Para matematikawan memperingatkan estimasi mereka berdasarkan perhitungan aritmatika dasar. Mereka menyarankan diperlukan model yang lebih canggih untuk mempelajari evolusi pandemi jika larangan perjalanan dicabut.
China mempertahankan kebijakan tanpa toleransi pada penanggulangan Covid-19. Beijing mengatakan lebih penting untuk menahan kasus infeksi lokal saat ditemukan daripada gangguan yang disebabkan upaya pelacakan, isolasi, dan pengobatan bagi yang terinfeksi.
Pada Sabtu (27/11) China melaporkan 23 kasus infeksi baru, lebih rendah dari hari sebelumnya yang sebanyak 25 kasus. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan varian baru virus corona yang dideteksi di Afrika Selatan sebagai 'varian yang mengkhawatirkan'. Banyak negara yang memberlakukan larangan terbang ke kawasan selatan Afrika.