REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masa kepopuleran Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dinilai sudah habis. Dilihat dari faktor usia dan tugas yang diemban Mega sebagai ketum parpol, Megawati disebut peneliti di Institut Riset Indonesia (INSIS), Wildan Hakim, mampu mengelola PDIP dengan baik.
"Memimpin parpol itu bukan pekerjaan yang ringan karena dinamikanya yang kencang. Mulai dari dari mengelola citra parpol hingga turut campur dalam keputusan strategis parpol agar keberadaan atau eksistensinya tetap diakui oleh parpol lain," kata Wildan saat berbincang dengan Republika.co.id, Ahad (28/11).
Baca Juga: Puan Dinilai Bisa Jadi Kuda Hitam di Pilpres 2024
Dengan nama besar Bung Karno dan pengalaman panjang politiknya, Wildan berpendapat, Megawati terbukti mampu mengelola PDIP agar bisa terus meraup suara besar di dua Pemilu terakhir. Namun, PDIP kini disebut perlu mempersiapkan kader terbaiknya untuk menggantikan Megawati sebagai seorang politikus perempuan andal.
Sederet nama politikus perempuan dari PDIP memang muncul di permukaan. Sebut saja Puan Maharani, Rieke Dyah Pitaloka, hingga Tri Rismaharini. Namun, nama terakhir diyakini Wildan tidak akan dicalonkan sebagai capres atau cawapres oleh PDIP pada Pilpres 2024.
"Untuk Risma, saya kira proyeksinya tidak sebagai capres atau cawapres karena statusnya terkunci sebagai kader PDIP," ujar dosen di Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia ini. Ia malah memprediksi Risma dipersiapkan untuk maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta.
"Risma saya kira diproyeksikan untuk mengisi kandidat Gubernur DKI Jakarta yang pada 2022 nanti akan menggelar pilgub," ujar Wildan.
Meski begitu, Risma dinilai belum mendapatkan Jokowi's effect. Alasannya menurut Wilda karena ada problem mendasar di sana, yakni karakter Risma dan Jokowi yang berbeda. "Risma dengan karakter yang cenderung temperamental, sementara Jokowi itu karakternya bisa marah tapi tetap kalem," kata dia.
Baca juga : Din Syamsuddin Puji Putin yang Simpatik Terhadap Islam