Senin 29 Nov 2021 08:49 WIB

Gejala tidak Biasa Covid Varian Omicron

Mutasi varian Omicron diketahui sangat cepat.

Papan informasi penerbangan menunjukkan pembatalan penerbangan di OR Thambo International Airport, Afrika Selatan, menyusul pengumuman varian baru Covid-19 Omicron. Varian yang juga dikenal dengan B.1.1.529 itu membuat sejumlah negara menutup penerbangan dari negara-negara Afrika bagian selatan.
Foto: EPA-EFE/KIM LUDBROOK
Papan informasi penerbangan menunjukkan pembatalan penerbangan di OR Thambo International Airport, Afrika Selatan, menyusul pengumuman varian baru Covid-19 Omicron. Varian yang juga dikenal dengan B.1.1.529 itu membuat sejumlah negara menutup penerbangan dari negara-negara Afrika bagian selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Adysha Citra Ramadani, Dian Fath Risalah

Varian baru Covid-19 yang pertama ditemukan di Afrika, omicron, memicu kekhawatiran internasional. Dokter asal Afrika Selatan yang pertama kali memperingatkan keberadaan varian omicron kepada pemerintah mengungkapkan bahwa varian tersebut tampak memicu gejala yang tak biasa. Meski begitu, gejala Covid-19 akibat varian omicron cenderung ringan.

Baca Juga

Dokter bernama Angelique Coetzee tersebut mengatakan, dia mulai mencurigai keberadaan varian omicron pada pasien-pasiennya sejak November. Kala itu, Dr Coetzee menerima satu keluarga beranggotakan empat orang yang terbukti positif Covid-19.

Dr Coetzee mengatakan, keempat pasien tersebut mengalami gejala yang jarang dikaitkan dengan Covid-19. Gejala tersebut adalah kelelahan hebat. Tak ada satu pun dari pasien-pasien Covid-19 tersebut yang memiliki gejala kehilangan indra penciuman atau perasa.

Sejauh ini, Dr Coetzee mengatakan, ada sekitar 24 pasien Covid-19 yang dia tangani menunjukkan gejala tak biasa. Sebagian besar dari pasien tersebut merasa sangat lelah dan setengah dari pasien tidak vaksinasi.

"Gejala-gejala mereka sangat berbeda dan sangat ringan dibandingkan mereka (pasien Covid-19 lain) yang saya rawat sebelumnya," kata Dr Coetzee, seperti dilansir Telegraph, Senin (29/11).

Menurut Dr Coetzee, ada satu kasus Covid-19 yang tampak sangat menarik. Kasus tersebut melibatkan seorang pasien anak berusia enam tahun. Anak tersebut datang dengan gejala suhu tubuh yang tinggi dan detak jantung yang juga sangat tinggi. Akan tetapi, kondisi anak tersebut sudah jauh lebih baik setelah dua hari.

Sebagai tambahan, Dr Coetzee mengatakan, seluruh pasiennya yang terkena varian omicron merupakan individu sehat. Oleh karena itu, Dr Coetzee memiliki kekhawatiran bahwa varian ini bisa berdampak lebih berat bila mengenai orang-orang yang berisiko, misalnya lansia dengan komorbid seperti penyakit jantung atau diabetes.

"Apa yang harus kita khawatirkan saat ini adalah bila lansia yang belum vaksinasi terinfeksi varian baru ini, dan bila mereka belum vaksinasi, kita akan melihat banyak orang dengan kasus yang berat," kata Dr Coetzee.

Ilmuwan Afrika Selatan meyakini bahwa varian omicorn yang menyebabkan terjadinya lonjakan kasus di Provinsi Gauteng, Afrika Selatan. Lonjakan yang terjadi di Gauteng cukup tajam, dari sekitar 550 kasus baru per hari pada pekan lalu menjadi sekitar 4.000 kasus baru per hari saat ini.

Beberapa negara, seperti Inggris, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Israel saat ini telah melarang perjalanan dari dan ke Afrika Selatan dan lima negara di sekitarnya. Lima negara tersebut adalah Botswana, Eswatini, Lesotho, Mozambique, Namibia, dan Zimbabwe. Inggris juga menambah larangan perjalanan untuk beberapa negara lain, yaitu Angola, Malawi, dan Zambia.

Baca juga : Dradjad Ingatkan Varian Omicron Bisa Rusak Momentum Ekonomi

Indonesia juga bersiaga menghadapi omicron. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mdngatakan, saat ini dunia dan Indonesia sudah jauh lebih cepat dan lebih canggih mengidentifikasi varian-varian baru.

"Pesan pertama yang ingin saya sampaikan adalah dunia dan Indonesia sekarang sudah jauh lebih cepat dan lebih canggih mengidentifikasi varian baru. Indonesia dan dunia sudah cepat mengidentifikasi sudah memiliki kapasitas lebih baik. Sehingga kalau ada varian baru kita tahu dan kita langsung bisa gerakan antisipasi," kata Budi dalam konfrensi pers secara daring, Ahad (28/11) malam.

Karena, Budi melanjutkan, varian baru inilah yang menyebabkan lonjakan. "Jadi, setiap ada alfa beta, delta, setiap ada varian baru selalu terjadi lonjakan, jadi faktor utama lonjakan itu adalah varian baru," ujar Budi.

Budi menerangkan, mutasi varian omicron ini sangat cepat karena mutasinya sangat banyak dan mutasi-mutasi yang berbahaya dari varian-varian sebelumnya ada di varian omicron. "Mutasi ada sekitar 50, 30 mutasinya ada di spike protein di mahkota dari coronanya, dan banyak mutasi mutasi yang ada di varian alfa, beta, delta, dan gamma yang buruk-buruk yang diidentifikasi," kata Budi.

Mutasi yang buruk itu dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok yang pertama adalah kelompok mutasi yang meningkatkan keparahan. Informasi dari Afrika Selatan menunjukkan tidak ada perbedaan gejala dan mirip dengan varian lain. Beberapa individu pun diketahui tidak bergejala.

Kemudian, kelompok kedua adalah mutasi yang meningkatkan transmisi penularan. Kemungkinan, kata Budi, varian omicron ini lebih cepat menular dibanding varian delta dan reinfeksi.

Baca juga : Omicron, Pemerintah Tutup Pintu Masuk 11 Negara

Untuk kelompok ketiga adalah mutasi varian ini menunjukkan efek signifikasi terhadap penurunan kemampuan antibodi dalam menetralisasi virus. Namun, efek resistensi terhadap vaksinasi belum diketahui.

"Jadi, omicron ini, untuk kelompok meningkatkan keparahan, sampai sekarang belum ditemukan indikasi bahwa varian Omicron Ini meningkatkan keparahan, belum teridentifikasi, untuk meningkatkan transmisi penularan kemungkinan besar omicron lebih cepat penularan, sampai saat ini masih berjalan risetnya," ujar Budi.

"Dan apakah omicron bisa atau menurunkan kemampuan antibodi dari infeksi atau vaksinasi sebelumnya kemungkinan besar iya, tapi balik lagi belum dikonfirmasi," kata Budi.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh World Health Organization (@who)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement