REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, menilai DPR sudah memberikan kesempatan kepada masyarakat dalam proses pembuatan UU Cipta Kerja. Adi melihat lembaga perwakilan rakyat juga sudah cukup terbuka.
Seperti menyebarkan undangan kepada sejumlah kalangan terkait dalam rangka menyerap aspirasi bahkan agenda-agenda sidang juga disebar kepada wartawan. Namun, karena UU tersebut hanya diketahui kalangan elite, maka masyarakat di bawah tidak cukup untuk mengetahuinya.
"DPR sudah memberi waktu untuk menyerap aspirasi masyarakat tapi karena undang-undang ini diketahui kalangan elite tertentu, elit pemerintah, elite politik, elite aktivis jadi seperti di atas awan. Kalangan bawah banyak yang tidak tahu," kata Adi dalam keterangan tertulisnya, Senin (29/11).
Menurutnya, hal itulah yang kemudian membuat proses pengesahan UU tersebut berjalan cukup cepat. Dan penolakan atasnya terjadi di ujung yaitu ketika UU itu sudah disahkan. "UU-nya seribu halaman lebih. Tidak semua orang bisa memahami materinya. Bahkan banyak yang demo, ketika ditanya tidak tahu isinya," ujarnya lagi.
Meski demikian, Adi menilai putusan MK terkait UU Cipta Kerja tersebut bersifat paradoks atau dilemtis. Alasannya, MK memutuskan bahwa UU itu bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 tapi di sisi lain mereka memberi waktu 2 tahun untuk memperbaiki undang-undang tersebut.