REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Jaramaya, Retno Wulandari, Antara, Reuters
CEO Moderna Stephane Bancel mengatakan, bahwa vaksin Covid-19 sepertinya kurang ampuh melawan varian Omicron. Pernyataannya yang dikutip Financial Times itu pun lalu memicu kekhawatiran tentang lintasan pandemi dalam pasar keuangan.
"Saya rasa tidak ada di dunia, di mana (keampuhan) berada di tingkat yang sama, dengan (seperti kami menghadapi) Delta," kata Bancel.
"Saya pikir efektivitasnya bakal turun. Saya tidak tahu seberapa banyak sebab kami harus menunggu datanya. Tetapi semua ilmuwan yang saya ajak diskusi, berkata 'ini tidak akan baik-baik saja'", Bancel menambahkan.
Resistensi vaksin dapat menyebabkan penyakit dan rawat inap yang lebih banyak serta memperpanjang pandemi. Bancel menambahkan, bahwa tingginya jumlah mutasi pada lonjakan protein yang dimanfaatkan virus untuk menginfeksi sel manusia menandakan kemungkinan persediaan vaksin saat ini perlu dimodifikasi.
Ia sebelumnya mengatakan di CNBC bahwa , dibutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mulai mengirim vaksin yang ampuh melawan Omicron. Kekhawatiran soal varian baru Covid-19, meski minim data mengenai tingkat keparahannya, telah membuat rencana pembukaan ekonomi tertunda dan kembali menerapkan sejumlah pembatasan perjalanan dan mobilitas.
Salah satu bursa yang terpengaruh oleh Opini CEO Moderna soal Omicron adalah Nikkei. Saham-saham di Jepang berakhir turun untuk sesi ketiga berturut-turut pada Selasa (30/11).
Indeks acuan Nikkei 225 Di Bursa Efek Tokyo (TSE) anjlok 1,63 persen atau 462,16 poin menjadi menetap di 27.821,76 poin, mencapai level terendah sejak 7 Oktober dan menghapus kenaikan awal yang dipicu harapan bahwa dampak Omicron mungkin tidak separah yang ditakutkan. Indek acuan terperosok 5,7 persen dalam tiga sesi terakhir.
Sementara itu, indeks Topix yang lebih luas kehilangan 1,03 persen atau 20,13 poin ke level terendah tiga bulan di 1.928,35 poin, tergelincir lebih jauh di bawah rata-rata pergerakan (MA) 200-hari yang diawasi ketat. Kedua indeks menghapus kenaikan awal yang besar dan kuat mereka setelah Financial Times melaporkan pernyataan Stephane Bancel.
Beberapa pengelola dana juga menunjukkan pasar rentan karena ketakutan inflasi mendorong bank-bank sentral di seluruh dunia untuk mengurangi stimulus mereka. "Laporan tentang vaksin itu hanya pemicu dan alasan yang dangkal. Masalah sebenarnya adalah penarikan kelebihan likuiditas. Pesta sudah berakhir," kata Yasuo Sakuma, kepala investasi di Libra Investments.