Selasa 30 Nov 2021 19:36 WIB

Ombudsman: Kriteria Penerima Pupuk Subsidi Belum Ideal

Ombudsman menilai tak semua petani mendapat pupuk subsidi sesuai kebutuhannya

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Gita Amanda
Petani memupuk tanaman tomat yang baru ditanam di Desa Lolu, Sigi, Sulawesi Tengah, Rabu (27/10/2021). Sejumlah petani di wilayah itu mengeluhkan sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi terutama jenis urea meskipun sudah bergabung dalam kelompok tani dan terpaksa membeli pupuk non subsidi yang harganya jauh lebih tinggi.
Foto: ANTARA/Basri Marzuki
Petani memupuk tanaman tomat yang baru ditanam di Desa Lolu, Sigi, Sulawesi Tengah, Rabu (27/10/2021). Sejumlah petani di wilayah itu mengeluhkan sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi terutama jenis urea meskipun sudah bergabung dalam kelompok tani dan terpaksa membeli pupuk non subsidi yang harganya jauh lebih tinggi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, mengungkapkan berdasarkan hasil kajian sistemik perbaikan tata kelola pupuk bersubsidi yang telah dilakukan. Ia mengungkapkan penyebab tidak berdampaknya pupuk bersubsidi terhadap peningkatan produksi karena kriteria penerima pupuk yang belum ideal.

"Dengan kriteria petani-petani penerima pupuk bersubsidi saat ini, maka pemberian selama ini bukan merupakan instrumen peningkatan produksi pertanian," kata Yeka di Jakarta, Selasa (30/11).

Baca Juga

Ia menjelaskan tidak semua petani mendapatkan kebutuhan pupuk bersubsidi sesuai kebutuhannya sehingga pemberian pupuk subsidi belum memberikan hasil yang setimpal. Yeka memaparkan, dengan anggaran yang terbatas, jenis komoditas pangan yang bisa mendapatkan pupuk subsidi terlalu banyak yakni hingga 69 komoditas.

Selain itu, terdapat pembatasan lahan petani kurang dari dua hektare yang bisa mendapatkan pupuk subsidi. Di sisi lain, penggunaan pupuk terlalu beragam mengakibatkan alokasi pupuk subsidi hanya memenuhi sekitar 38 persen dari kebutuhan total pupuk para petani.

"Setelah itu, petani juga tidak mendapat jaminan bisa memenuhi kebutuhan pupuknya dari pupuk non subsidi. Ketika kurang, logikanya petani harus beli tapi kenyataannya tidak begitu," kata Yeka.

Situasi itu yang dinilai Ombudsman membuat kebijakan pupuk bersubsidi saat ini tidak memberikan hasil signifikan bagi peningkatan produksi pangan dalam negeri.

Melihat minimnya anggaran, Yeka menilai pemerintah harus lebih detail dan ketat mengenai syarat dan kriteria petani penerima. Menurut dia, pupuk subsidi seharusnya bisa memenuhi 100 persen kebutuhan pupuk para petani tanaman pangan dan hortikultura. Namun petani yang bisa memperoleh yakni dengan luas garapan di bawah 0,1 hektare.

Selain itu, pupuk bersubsidi juga bisa diberikan 100 persen kebutuhan kepada petani dengan komoditas tertentu dengan luas lahan garapan di bawah 0,5 hektare. "Sebanyak 80 persen petani pangan di Indonesia khususnya dari komoditas padi jagung itu punya lahan di bawah 0,5 hektare," ujar dia.

Selain itu, pupuk bersubsidi juga bisa diberikan kepada petani dengan luas lahan garapan di bawah 1 hektare dengan komoditas strategis. Yeka mengatakan para petani itu bisa diberikan pupuk subsidi sekitar 60 persen dari kebutuhan totalnya.

Kementan janji perbaiki

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian, Ali Jamil, mengatakan siap melakukan perbaikan tata kelola pupuk bersubsidi terutama dari sisi kriteria penerima. Ia mengatakan, rekomendasi dari Ombudsman dapat ditindaklanjuti untuk penyaluran 2022 dengan membuat proyek percontohan sebagai uji coba.

"Ini tentu menjadi bagian yang harus kami tindaklanjuti ke depan. Kami juga menunggu hasil dari Panja Pupuk Bersubsidi di DPR sehingga kita bisa mendapatkan arahan," kata Ali.

Sementara itu, Direktur Utama PT Pupuk Indonesia, Bakir Pasaman, mengatakan, proses distribusi pupuk bersubsidi dari lini 1 ke lini 4 dipastikan sudah ketat dan sesuai aturan. Masalah sering terjadi pada lini 5 atau level kios penyalur.

Bakir mengakui, reformasi pupuk bersubsidi yang ditempuh perseroan belum sepenuhnya tuntas. Meski demikian, ia memastikan kebutuhan pupuk bersubsidi yang sekitar 9 juta ton per tahun dapat dipenuhi seluruhnya oleh perseroan. Sebab, kapasitas produksi saat ini mencapai 15 juta ton.

"Yang jelas pupuk tidak mungkin kurang untuk memenuhi itu, kecuali jika harus memenuhi total kebutuhan pupuk 24 juta ton, itu tidak cukup dari Pupuk Indonesia," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement