Selasa 30 Nov 2021 19:39 WIB

Pembatasan Mobilitas Domestik Situasional Diberlakukan

Pembatasan mobilitas domestik diikuti skrining kesehatan yang ketat.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Indira Rezkisari
Juru Bicara Pemerintah untuk  Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan pemerintah melakukan berbagai upaya mengendalikan kasus Covid-19 di akhir tahun salah satunya dengan pembatasan mobilitas domestik.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan pemerintah melakukan berbagai upaya mengendalikan kasus Covid-19 di akhir tahun salah satunya dengan pembatasan mobilitas domestik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memberlakukan kebijakan pembatasan mobilitas domestik secara situasional. Kebijakan ini sebagai upaya mengendalikan kasus Covid-19 menjelang perayaan Natal dan tahun baru.

"Pertama, pembatasan mobilitas domestik yang secara situasional yaitu menerapkan sistem ganjil-genap di wilayah aglomerasi, ibu kota provinsi, area tempat wisata, dan wilayah lainnya yang disesuaikan dengan peningkatan mobilitas setempat," ujar Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi persnya, Selasa (30/11).

Baca Juga

Wiku melanjutkan, pembatasan mobilitas domestik juga diikuti dengan skrining kesehatan yang ketat, baik untuk perjalanan jarak jauh rutin maupun logistik. Wiku menambahkan, dibentuk juga posko cek point di setiap daerah untuk melakukan random testing atau tes acak.

"Posko dibentuk oleh instansi pelaksana bidang perhubungan, Satpol PP, bersama dengan TNI dan Polri, untuk melakukan random testing, serta memantau mobilitas pada jalur darat yang seringkali lolos dari pengawasan," ujar Wiku.

Sementara, Wiku menyebut, pengetatan protokol kesehatan juga diberlakukan pada jenis aktivitas ibadah, perayaan Natal atau silaturahmi secara virtual. Termasuk pengaturan aktivitas protokol kesehatan di tempat wisata dan fasilitas publik lainnya.

Pemerintah juga mewajibkan pembentukan Satgas protokol kesehatan 3M di fasilitas publik sebagai syarat perizinan operasional di masa Nataru. Pemerintah ingin mengoptimalisasi kembali Satgas Covid-19 di tiap wilayah administratif daerah dari tingkat provinsi, hingga desa atau kelurahan untuk pemantauan aktivitas sosial masyarakat.

"Jika belum terbentuk, maka pemerintah daerah juga segera menindaklanjuti pembentukannya segera dan pastikan untuk melapor pemantauannya ke sistem yang terpusat di Satgas Covid-19 nasional," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement