REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Pol Erwin Kurniawan mengatakan, sidang tindak pidana terorisme dengan terdakwa eks Sekretaris Front Pembela Islam, Munarman berbeda dengan kasus peradilan umum. Sehingga, persidangan pun digelar tertutup.
"Ada kerahasiaan dari para saksi, kemudian perangkat sidang yang menyelenggarakan sidang," kata Erwin, saat mengamankan jalannya sidang perdana terdakwa Munarman di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Rabu (1/12).
Sidang yang diagendakan dimulai pukul 09.00 WIB tersebut digelar secara tertutup, termasuk untuk awak media massa yang ingin meliput. Selain itu, PN Jakarta Timur menutup pintu selama sidang berlangsung.
"Bisa dilihat tidak disiapkan layar atau dibuka kanal link YouTube saja," kata Erwin.
Harus dipahami, lanjut dia, hal tersebut merupakan aturan atau tata cara yang mesti diterapkan dalam persidangan dugaan tindak pidana terorisme. "Mungkin nanti bisa dijelaskan oleh pihak pengadilan, kami hanya mendapat mandat dari Ketua Pengadilan dan itu diatur undang-undang," ujarnya.
Terkait pengamanan, Erwin mengatakan sebanyak 300 personel disiagakan yang terdiri atas unsur TNI/Polri dan Satpol-PP untuk mengamankan sidang perdana terdakwa Munarwan. Ia mengatakan, kepolisian selalu mengambil tindakan atau antisipasi kemungkinan terburuk.
Artinya, ada atau tidak kemungkinan kericuhan dan lain sebagainya polisi tetap mengutamakan antisipasi keamanan. Pantauan di lapangan, terdakwa Munarwan tidak dihadirkan secara langsung di PN Jakarta Timur. Diketahui ia mengikuti sidang secara daring.
Perkara Munarman telah teregister dengan nomor perkara 925/Pid.Sus/2021/PNJkt.tim pada Selasa 16 November 2021 lalu di PN Jakarta Timur. Dalam rincian perkara itu tertulis klasifikasi perkara berbentuk kejahatan terhadap negara.
Dalam sidang terorisme, kerahasiaan identitas majelis hakim diatur dalam Pasal 34 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Pasal 64 PP 77 Tahun 2019. Munaman sebelumnya juga telah ditahan di Rutan Polda Metro Jaya oleh Densus 88 Polri sejak 7 Mei 2021.
Munarman diduga terlibat dalam sejumlah rencana aksi terorisme di Indonesia. Polisi menduga Munarman telah mengikuti baiat di beberapa kota, seperti Makassar, Jakarta, dan Medan. Munarman ditangkap Densus di rumahnya, Pamulang, Tangerang Selatan, Selasa (27/4).
Baca juga : Berdoa Bahasa Indonesia, KSAD: Tuhan Kita Bukan Orang Arab
Menurut salah satu penasihat hukum Munarman, Djuju Purwantoro, tuduhan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri bahwa Munarman menggerakkan sekelompok orang untuk bermufakat jahat atau berbaiat pada jaringan terorisme adalah fitnah yang keji. Mengingat Munarman adalah seorang aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi yang menentang aksi-aksi terorisme.
Kemudian terkait dengan kehadiran Munarman dalam sejumlah seminar di beberapa daerah yang diduga ada acara baiat kepada organisasi teroris juga dinilai tidak benar. Sebab, kata Djuju, kehadiran Munarman di sejumlah seminar merupakan bentuk ketidaksengajaan.
"Bukan sebuah kesengajaan untuk hadir apalagi sebagai inisiator, panggagas, penggerak, atau memberi bantuan terhadap pelaksanaan diskusi," papar Djuju, pada 1 September lalu.