Banyumas Sediakan 200 Alat Monitoring Transaksi Restoran
Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Yusuf Assidiq
Seorang warga melakukan pembayaran melalui aplikasi uang elektronik di salah satu restoran. | Foto: ANTARA/Oky Lukmansyah
REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Pemerintah Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menyiapkan alat monitoring transaksi restoran untuk meningkatkan pajak daerah dari hotel dan restoran. Menurut Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Banyumas, Eko Prijanto, alat tersebut merupakan ide dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memantau pendapatan wajib pajak di sektor wisata.
"KPK minta untuk memantau hingga 1.000 WP. Pemasangan berikutnya 60 alat, tapi kami baru menargetkan 200 alat sampai akhir tahun," ungkap Eko. Menurutnya, sektor ekonomi Banyumas utamanya ditopang oleh ekonomi kreatif dan pariwisata.
Dengan mulai dibukanya lokasi wisata, pemerintah daerah optimistis dapat menggenjot pendapatan dari pajak restoran dan hotel. Pada 2021, realisasi pendapatan pajak daerah yakni senilai Rp 237 miliar. Nilai ini dinaikkan menjadi Rp 339 miliar untuk 2022.
Dari 10 jenis pajak yang ditarik di Banyumas, rata-rata yang mendapat angka cukup besar di antaranya Pajak Restoran, Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), PBJ, dan PBB. Sebelumnya pada 2020, Banyumas sempat membebaskan pajak restoran dan hotel karena situasi ekonomi yang lesu akibat hantaman pandemi.
Ia mengungkapkan, saat ini banyak restoran kaki lima yang memiliki omzet besar untuk dikenakan pajak. Namun, karena masih menggunakan pembayaran manual, jadi pihaknya menyediakan alat monitoring transaksi untuk memantau pendapatan mereka. Penyediaan alat tersebut dibantu oleh Bank Jateng melalui KPK.
Akan tetapi, terdapat beberapa kendala dalam transisi dalam pencatatan manual ke alat tersebut. "Ada yang menolak, tapi sudah tidak banyak, ada juga yang menerima tapi catatan transaksinya masih 0," ungkap Eko.
Hal ini karena para WP tersebut masih kesulitan untuk transisi dari manual ke mesin. Oleh karena itu, pihaknya menyediakan tim lapangan untuk membantu mereka menggunakan alat tersebut. Sementara bagi WP yang menolak menggunakan alat ini, pihaknya melakukan pendekatan secara struktural.
Dalam pemantauan alat ini, Bapenda juga menyediakan tim untuk maintenance IT hingga mengajarkan cara penggunaan alat tersebut. "Untuk sementara ini tim kami cukup untuk memantau 200 alat, tapi kalau sampai 1.000 tim harus ditambah," katanya.