REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Israel memperingatkan negara-negara berpengaruh bahwan pencabutan sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran dapat menyebabkan tindakan militer. Bukan tanpa alasan, Israel menganggap Iran dapat mencapai ambang batas nuklir dalam waktu enam bulan. Pada saat itu, Israel merasa perlu untuk mengambil tindakan sepihak.
“Saya tidak akan membahas detail kebijakan, tapi seperti yang telah kami sampaikan sebelumnya, kami sedang mempersiapkan semua kemungkinan (untuk menyerang Iran),” kata juru bicara militer Israel Brigadir Jenderal Ran Kochav pada Selasa (30/11), dikutip laman Middle East Monitor.
Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid dalam pernyataannya menyerukan dunia agar meningkatkan ancaman terhadap Iran untuk mencegah negara Republik Iskan itu mengembangkan senjata nuklir. Dalam pertemuan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, Lapid menekankan bahwa Israel memandang pembicaraan tersebut sebagai upaya Teheran untuk menghentikan program nuklirnya dan dunia harus memiliki rencana 'B'.
"Sanksi tidak boleh dicabut dari Iran. Sanksi harus diperketat. Ancaman militer yang nyata harus diletakkan di hadapan Iran karena itulah satu-satunya cara untuk menghentikan perlombaannya menjadi kekuatan nuklir," ujar Lapid seperti dikutip laman Jerusalem Post, Rabu (1/12).
Pertemuan dengan Macron terjadi sehari setelah Lapid menyampaikan pesan serupa dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson. Menteri Pertahanan Benny Gantz berencana terbang ke Washington pada pekan depan untuk juga membahas ancaman nuklir.
Pembicaraan nuklir berlanjut pada Selasa (1/12), setelah negara-negara kekuatan dunia dan Iran berkumpul kembali di Wina pada Senin untuk pertama kalinya sejak Juni. Pertemuan itu bertujuan menegosiasikan kembalinya Iran dan AS ke kesepakatan yang dikenal Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) 2015.