REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil memberi nama Coletot untuk kudapan hasil kolaborasi makanan ringan khas Jawa Barat dan Yogyakarta. Olahan makanan yang dibuat oleh Chef Hardian Eko Nurseto pun diapresiasi pula oleh Ketua DPP PUTRI Daerah Istimewa Yogyakarta, G.K.R Bendara.
Coletot sendiri, merupakan jenis fussion food atau penggabungan colenak, khas Jawa Barat dan Gatot, makanan khas Yogyakarta. Keunikan Coletot tak hanya dari segi rasa yang manis sedikit asam, namun memiliki tekstur yang kenyal.
Gabungan kedua makanan khas daerah itu bisa terasa ringan di lidah dengan kehadiran eskrim vanilla. Sehingga, cocok untuk menikmati suasana sore bersama keluarga atau hidangan penutup tamu.
Ridwan Kamil mengaku terkesan dan spontan memberi nama inovasi makanan yang tercipta. “Saya kasih nama Coletot. Ini makanan enak, cocok dimakan sore hari. Nanti saya minta ini ada di Gedung Pakuan (Rumah Dinas Gubernur Jawa Barat,” ujar Ridwan Kamil saat di acara Jabar Motekar di Jogja Museum Nasional (JMN), Rabu (1/12).
“Saya kasih nilai 9 untuk makanan ini. Ini hasil kolaborasi dua makanan khas daerah yang dieksekusi dengan baik. Rasa manisnya pas. Coletot ini lahir dari gabungan budaya Sunda dan Jawa. Rasa Bintang lima harga kaki lima,” paparnya.
Di tempat yang sama, G.K.R Bendara pun mengaku puas dengan hasil inovasi makanan yang diberi nama Coletot tersebut. Senada dengan Ridwan Kamil, menurutnya, Coletot cocok dengan lidah orang Indonesia.
Putri bungsu atau anak kelima dari pasangan Sri Sultan Hamengkubuwono X dan GKR Hemas itu bahkan meminta porsi tambahan. “Saya kasih nilai 9,5 kalau ada porsi tambahan,” katanya.
Terpisah, Chef Hardian Eko Nurseto mengatakan bahwa terciptanya Coletot dilatarbelakangi ide untuk menggabungkan dua kebudayaan. Di sisi lain, ia ingin mengenalkan kembali potensi olahan makanan fermentasi. “Melalui singkong, kata dia, nenek moyang kita itu mengembangkan teknologi fermentasi gitu untuk mengolah makanan. Teknologi fermentasi ini kita bisa lihat tergantung sama kebudayaannya.
"Di sunda itu jadinya peyeum, samasama singkong deh di fermentasi jadi peyeum. Di jogja jadinya gatot. Nah saya coba blend kan dua kebudayaan itu. Citarasa gatot ini kan kenyal ya, sementara peyeum itu dia manis tapi empuk," katanya.
Saat disatukan, kata dia, ada tekstur yang menarik. Karena, selain tekstur ada empuk, ada kenyal, ia pun menambahkan semprong diatasnya. "Itu juga untuk ngasih tekstur lain di hidangan ini. Eskrim ada untuk memberikan keseimbangan rasa,” katanya.