Kamis 02 Dec 2021 14:17 WIB

Penderita Gangguan Sistem Imun Rentan Alami Kasus Terobosan

Penderita gangguan sistem imun rentan mengalami kasus terobosan Covid-19.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Penderita gangguan sistem imun rentan mengalami kasus terobosan Covid-19.
Foto: www.freepik.com.
Penderita gangguan sistem imun rentan mengalami kasus terobosan Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Infeksi Covid-19 setelah vaksinasi lengkap tetap mungkin terjadi. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kasus terobosan Covid-19 (Covid breakthrough) tidak hanya lebih umum, namun juga bisa lebih mungkin terjadi pada orang yang memiliki masalah sistem imun (immunocompromised). Infeksi terobosan diartikan sebagai kasus Covid-19 setelah divaksinasi.

Penelitian yang dipimpin oleh para peneliti dari Pfizer menemukan, risiko terjadinya kasus terobosan tiga kali lebih mungkin terjadi pada individu dengan gangguan kekebalan, termasuk mereka yang menderita kanker, HIV, penyakit ginjal dan transplantasi organ dibandingkan dengan individu tanpa kondisi medis. 

Baca Juga

Lebih dari 1,1 juta orang yang terlibat dalam penelitian ini, 978 di antaranya mengalami infeksi terobosan antara Desember 2020 dan Juli 2021 setelah menerima dua dosis vaksin Pfizer. Semua pasien berusia 16 tahun ke atas.

Kemudian, peneliti mencatat ada 374 kasus infeksi terobosan (38 persen) dari individu yang memiliki masalah sistem imun. Individu dengan sistem kekebalan yang lemah juga menyumbang sekitar 60 persen dari semua rawat inap terkait Covid-19 dan 100 persen dari semua kematian.

Temuan yang diterbitkan di Journal of Medical Economics menggarisbawahi kemampuan vaksin Covid-19 untuk melindungi orang sehat dari penyakit parah, dan mengingatkan publik bahwa orang dengan gangguan kekebalan mungkin tidak mengembangkan respons antibodi yang kuat dari vaksin. Studi ini didasarkan pada catatan perawatan kesehatan yang diserahkan ke perusahaan asuransi AS, termasuk komersial, Medicare dan Medicaid.

“Beberapa negara saat ini mengalami lonjakan infeksi meskipun ada peningkatan jumlah vaksinasi. Vaksin mRNA Covid-19 membantu melindungi individu agar tidak terinfeksi dan sakit parah, tapi risiko infeksi terobosan pada orang yang divaksinasi lengkap masih mungkin terjadi,” kata penulis utama studi dari tim Pfizer Health Economics and Outcomes Research, Manuela Di Fusco, seperti dilansir dari The Herald Sun, Kamis (2/12).

Pada Agustus, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menyatakan bahwa individu yang mengalami gangguan kekebalan bisa mendapatkan dosis penguat dari vaksin coronavirus Pfizer atau Moderna setidaknya sebulan setelah dosis kedua. Sementara mereka yang mendapatkan vaksin Johnson & Johnson tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan suntikan tambahan pada saat itu.

Kemudian pada Oktober, pejabat CDC mengatakan, setiap orang dewasa yang mengalami gangguan kekebalan sedang hingga parah dan yang menerima vaksin Pfizer atau Moderna bisa mendapatkan suntikan booster dari vaksin Pfizer, Moderna atau J&J setidaknya enam bulan setelah mendapatkan dosis ketiga mereka.

Sebuah studi terpisah yang diterbitkan pada bulan Juni juga menemukan bahwa pasien yang memakai Rituximab, obat yang digunakan untuk mengobati kanker darah dan penyakit autoimun, dalam waktu enam bulan setelah vaksinasi tidak mengembangkan antibodi. 

Sementara itu, para peneliti dari University of Texas telah menganalisa bahwa mereka yang menjalani kemoterapi menghasilkan respons yang tidak terlihat dibandingkan dengan populasi umum.

“Bagaimana kaitannya dengan perlindungan terhadap Covid-19, kami belum tahu,” kata penulis studi Dr Dimpy Shah dari University of Texas dalam sebuah pernyataan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement