REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sejak mampu finish di tiga besar selama tiga musim beruntun, tepatnya pada 2015 hingga 2018, Tottenham Hotspur terus mengalami penurunan performa.
Finish di peringkat ketujuh Liga Primer Inggris musim lalu menjadi prestasi terburuk The Lilywhites dalam 12 musim terakhir.
Selama rentang waktu tersebut, prestasi terbaik klub asal London Utara itu adalah saat mampu mengakhiri Liga Primer Inggris sebagai runner-up pada musim 2016/2017.
Sejumlah langkah diambil manajemen The Lilywhites untuk bisa mengangkat performa Spurs, termasuk dengan pergantian pelatih. Sejak memecat Mauricio Pochettino pada 2019, Spurs telah mengalami tiga pergantian pelatih.
Terakhir, Nuno Espirito Santo dipaksa mengakhiri kiprahnya bersama Spurs dan digantikan oleh Antonio Conte pada awal November silam.
Uniknya, Conte merupakan pelatih Chelsea, yang mampu mengalahkan Spurs dalam persaingan titel Liga Primer Inggris musim 2016/2017.
Eks pelatih timnas Italia itu pun menilai, kegagalan dalam melakukan peremajaan skuad menjadi penyebab terbesar kegagalan Spurs untuk bertahan di papan atas Liga Primer Inggris.
Conte membandingkan skuad Spurs, yang saat itu masih dibawah kendali Pocehttino, dengan skuad Spurs saat ini.
''Klub ini terus mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Pada saat saya masih di Chelsea, Spurs memiliki skuad yang kompetitif dan sangat kuat.”
“Saat ini, Spurs merasakan dampak dari kehilangan pemain penting, pemain yang telah uzur, dan pergantian generasi,'' tutur Conte seperti dikutip Sky Sports, Kamis (2/12).
Karena itu, di bawah kendalinya, Conte menegaskan, Spurs akan membangun ulang dan menciptakan fondasi yang lebih kokoh di tim utama.
Fondasi yang kokoh di tim utama akan menjadi modal awal buat The Lilywhites untuk bisa meraih kesuksesan pada masa mendatang.
Mantan pelatih Juventus dan Inter Milan itu juga mengakui, menangani Spurs merupakan tantangan terbesarnya sejak memulai kiprah sebagai pelatih pada 2005.
Membawa Juventus, Inter Milan, dan Chelsea meraih titel kompetisi domestiknya agaknya kurang menantang dibanding membawa Spurs kembali bisa bersaing di level tertinggi.
''Hingga saat ini, menukangi Spurs adalah tantangan terbesar. Namun, saya tidak takut. Saya paham, mungkin ada beberapa pihak yang tidak memiliki kesabaran. Saya disini untuk bekerja selama 24 jam penuh.”
“Ini akan menjadi tanangan yang sangat besar, apalagi jika melihat dari posisi mana kami memulainya,'' ujar pelatih berusia 52 tahun tersebut.