REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 belum usai, saat massa aksi Reuni 212 mencoba kembali berkumpul di Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (2/12). Reuni massa Aksi Damai yang bersejarah pada 2 Desember 2016 ini menjadi kali kesekian setelah terakhir kali dilakukan pada 2 Desember 2019 silam.
Berdasarkan pengakuan panitia Persatuan Alumni (212) 2021 ini, laporan dan izin telah dilayangkan sejak jauh-jauh hari. Aral melintang, pihak kepolisian dan Satgas Covid-19 tak memberikan izin aksi tersebut dan langsung bersiap memutus akses menuju Patung Kuda sehari sebelum Reuni 212 dilakukan.
Salah satu massa aksi Reuni 212 asal Tangerang, Agus (45 tahun), hanya bisa berkeluh kesah ketika dia bersama rombongan dipaksa membubarkan diri saat hendak menuju Patung Kuda. Dia mengatakan, sejak awal kedatangan dan berkumpul di sekitaran Stasiun Gambir, pihak kepolisian sudah melerai rombongan agar tidak berkerumun.
“Giliran demo buruh malah disambut. Kami hanya ingin berkumpul dengan saudara Muslim, malah dilarang,” keluh Agus saat ditemui Republika.co.id di lokasi, Kamis (2/12).
Menurut dia, hal itu merupakan ketidakadilan bagi Muslim di negara yang bermayoritas Muslim ini. Kekesalan Agus semakin memuncak saat dia mencoba menemui massa aksi Reuni 212 yang tersebar, tetapi terus dilempar-lempar oleh aparat yang bertugas.
Lebih jauh, Muhammad Arief (55) yang datang bersama keluarga besarnya dari Kota Depok, juga mengatakan hal serupa. Kendati demikian, Arief menekankan makna Reuni 212 bagi dirinya sendiri.
“Kami ingin berkumpul dengan Muslim dari banyak wilayah di Indonesia. Kami seperti Muslim yang terpinggirkan di negeri sendiri,” kata dia.
Berdasarkan pantauan Republika.co.id, massa aksi Reuni 212 yang bertujuan ke Patung Kuda gagal berkumpul dan tersebar di banyak lokasi.
Meski demikian, di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, terpantau mobil komando lengkap dengan beberapa pengamanan dari orang-orang berbaju putih di depannya. Mereka terus mencoba mengumpulkan massa yang tersebar untuk tetap bergerak menuju Patung Kuda, walaupun akses menuju titik tersebut ditutup sejak Rabu (1/12), malam.
Mobil komando akhirnya terus melaju sepanjang Jalan Kebon Sirih dan berputar hingga MH Thamrin, tepat di depan Sarinah. Di lokasi tersebut, aparat kepolisian dan TNI lengkap dengan kendaraan bermotor dan senjata lengkap terus mencoba membubarkan massa.
Di lokasi, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Purnomo Yogo mengatakan, upaya membubarkan massa itu agar menghindari kerumunan. Menurut dia, hal itu jelas akan mengganggu arus lalu lintas dan menciptakan kerumunan-kerumunan lainnya. “Kita imbau untuk tinggalkan lokasi di Kebon Sirih," ujar Sambodo di lokasi.
Dia menambahkan, dari berbagai massa itu sebagian besar bergerak dari bilangan Budi Kemuliaan, Tanah Abang, menuju ke Jalan Kebon Sirih. Meski demikian, dia menegaskan, hingga pukul 11.00 WIB memang masih ada massa Reuni 212 yang terlihat di beberapa lokasi, di antaranya Stasiun Tanah Abang dan Jalan Kebon Sirih.
“Tapi, setidaknya mereka mau kooperatif," kata dia.
Lebih jauh, Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212 Slamet Maarif menyatakan, mereka membawa tiga tuntutan dalam aksi tersebut. Dalam orasinya di atas mobil komando, dia menuntut penghentian kriminalisasi ulama, meskipun tak menyinggung tokoh tertentu.
"Kita hari ini aksi bela ulama, nggak boleh ada ulama yang dizalimi dengan kasus yang dibikin-bikin," kata Slamet di lokasi.
Tuntutan kedua, kata dia, pihaknya menyuarakan pembelaan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) seusai muncul narasi untuk membubarkan MUI. Menurut dia, salah satu anggota fatwa MUI yang ditangkap Densus 88, tidak bisa menjadi dasar pembubaran MUI.
Terakhir, dia meminta massa aksi Reuni 212 untuk terus menolak upaya rasuah yang ada.
Bergerak ke bilangan Monas, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Dudung Abdurahman sempat datang pada Kamis (2/12) pagi untuk meninjau kesiapan aparat dalam mengantisipasi massa aksi Reuni 212 di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Dalam kesempatan itu, Dudung menyebut jika kedatangannya ke lokasi juga sebagai fungsi pembinaan.
“Karena kalau kaitannya operasional, itu ranah Mabes TNI. Kita hanya lihat kondisi prajurit di lapangan, bagaimana kesiapan dan sebagainya untuk mendukung tugas operasional dari mabes TNI,” kata Dudung.
Menurut dia, rata-rata prajurit dan kepolisian telah siap dalam mengantisipasi massa aksi. Karena itu, dirinya berharap agar massa aksi bisa membubarkan diri dan tidak melakukan aksi.
“Kami berharap bahwa saudara-saudara kita juga tidak melakukan aksi karena izinnya juga tidak ada,” ujar dia.