REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sertifikasi halal menjadi daya saing dalam industri kosmetika Indonesia. Ketua Umum Perkosmi, Sancoyo Antarikso mengatakan kesadaran untuk sertifikasi halal produk kosmetik saat ini terus meningkat. Menurutnya dari segi nilai, kosmetik halal di Indonesia lebih banyak daripada kosmetik yang belum halal.
"Implementasi regulasi kosmetik di Indonesia sudah baik, meski ada beberapa poin yang perlu ditingkatkan," kata Sancoyo dalam webinar halal internasional yang diselenggarakan LPPOM MUI bersama PT Pamerindo Indonesia dengan tema Get into Indonesia Cosmetics Market: Halal and Labeling Requirements pada Rabu (2/12).
Menurutnya, Indonesia menjadi salah satu pengadopsi awal regulasi kosmetik. Namun, lanjutnya, ada beberapa tantangan yang dihadapi industri kosmetik di Indonesia.
Di antaranya, tidak semua produk kosmetik yang diedarkan dan diperdagangkan di Indonesia telah bersertifikat halal. Selain itu masih banyak produk kosmetik impor yang juga tidak tersertifikasi halal.
Menurutnya, perlu percepatan sertifikasi halal produk kosmetik di berbagai sisi karena minat dan kebutuhan masyarakat terus meningkat. Dan yang penting juga, perlu terciptanya ekosistem halal seperti tersedianya bahan dasar yang halal di Indonesia.
Direktur Registrasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM RI, Dwiana Andayani menambahkan, selain sertifikasi halal, regulasi juga mengatur persyaratan label untuk produk kosmetik di Indonesia. Menurutnya, ada kriteria tersendiri untuk label kosmetik.
Seperti segala informasi berupa gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan dalam kosmetik. Label dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau sebagai bagian dari kemasan, dan yang dicetak langsung pada kosmetik produk.
Sementara aturan terkait label kosmetik, tertulis dalam Peraturan BPOM Nomor 30 Tahun 2020 tentang Persyaratan Teknis Penandaan Kosmetika. Khususnya, dalam Pasal 2, penandaan pada label kosmetik harus memenuhi beberapa kriteria.
Pertama, lengkap dengan mencantumkan semua informasi yang dipersyaratkan, seperti nama produk, keunggulan, cara penggunaan, bahan, produsen, masa kadaluarsa, dan sebagainya. Kedua, obyektif dengan memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat keamanan dan kemanfaatan kosmetika.
Ketiga, tidak menyesatkan dengan memberikan informasi yang jujur, akurat, dapat dipertanggung jawabkan, dan tidak boleh memanfaatkan kekhawatiran masyarakat akan suatu masalah kesehatan. Keempat, tidak menyatakan seolah-olah sebagai obat atau bertujuan untuk mencegah suatu penyakit.