Jumat 03 Dec 2021 09:28 WIB

ESDM dan Kemenkeu Dongkrak IRR Hulu Migas Jadi 15 Persen

Indonesia harus bisa memenuhi ambang batas insentif global.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolandha
Hulu migas. Pemerintah melalui Kemenkeu dan Kementerian ESDM menggodok tingkat pengembalian modal atau internal rate of return (IRR) naik menjadi 15 persen.
Foto: Pertamina
Hulu migas. Pemerintah melalui Kemenkeu dan Kementerian ESDM menggodok tingkat pengembalian modal atau internal rate of return (IRR) naik menjadi 15 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berupaya melakukan segala cara agar investasi hulu migas tetap memiliki performa yang baik. Sebab, minimnya pendanaan global untuk investasi di sektor migas membuat investasi migas di Indonesia terancam melorot.

Segelondong insentif dirasa tak cukup bagi investor agar mau berinvestasi di Indonesia. Untuk itu, pemerintah melalui Kemenkeu dan Kementerian ESDM menggodok tingkat pengembalian modal atau internal rate of return (IRR) naik menjadi 15 persen.

"Saat ini ESDM bersama Kementerian Keuangan sedang membahas kemungkinan IRR naik menjadi 15 persen agar menjadi menarik bagi investor," ujar Sekertaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial, Kamis (2/12).

Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM Mustafid Gunawan merinci agar target IRR 15 persen bisa terwujud maka sejumlah insentif bagi kontraktor migas harus diberikan baik itu dari Kementerian ESDM maupun Kementerian Keuangan. Beberapa insentif yang bisa diberikan pihaknya seperti perubahan bagi hasil (split) yang lebih baik bagi kontraktor, besaran first tranche petroleum (FTP), dan pembebasan dari kewajiban pasok dalam negeri untuk waktu tertentu (domestic market obligation holiday/DMO holiday). Sementara perpajakan menjadi wewenang Kementerian Keuangan.

“Kami sepakat mem-propose jadi pekerjaan rumah bersama bagi Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan instansi lain untuk menuju paling tidak IRR 15 persen, sehingga akan menjawab pertanyaan investor bahwa keekonomian di Indonesia itu lebih bagus,” jelas Mustafid.

Managing Director Eni Indonesia, Diego Portoghese menuturkan insentif yang diberikan ini harus bervariasi agar dapat diimplementasikan di proyek migas. Dia menyarankan agar pemerintah membuka dialog dengan masing-masing kontraktor migas untuk menentukan insentif yang tepat.

“Sehingga lapangan migasnya bisa lebih menguntungkan, menarik, dan berkesinambungan,” kata Diego.

Ketua Indonesian Petroleum Association (IPA) Gary Selbie menjelaskan insentif yang bervariasi dibutuhkan lantaran kondisi setiap perusahaan berbeda, baik terkait kondisi lapangan migas yang digarap maupun ketentuan kontrak kerja samanya (production sharing contract/PSC). Sejauh ini, pemerintah cukup positif terkait pemberian insentif.

“Banyak anggota IPA lain yang sudah semakin dekat untuk bisa mendapatkan insentif,” ungkap Gary.

Presiden Exxon Mobil Indonesia Irtiza Haider Sayyed menyatakan Indonesia sangat membutuhkan investasi untuk bisa mengejar target produksi migas. Menurutnya dialog antara pemerintah dan kontraktor migas dalam menentukan insentif yang dibutuhkan untuk menarik investasi hulu migas memang bisa jadi solusi. Dia menilai Indonesia juga harus bersaing dengan seluruh dunia dalam menarik investasi.

“Agar dana global ini datang ke Indonesia, investasi di Indonesia bisa menarik, Indonesia harus bisa memenuhi ambang batas insentif global,” ujar Sayyed.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement