REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Dian Fath Risalah, Haura Hafizhah, Antara
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan seluruh pemerintah daerah dan masyarakat mewaspadai ancaman varian Omicron yang sudah mulai menyebar ke 29 negara. Meskipun tingkat penularannya masih diteliti lebih lanjut, namun ia menekankan agar program vaksinasi terus digencarkan.
“Ancaman ini belum selesai. Kita boleh bersyukur, kita boleh berbangga tapi tetap harus waspada, hati-hati yang namanya sekarang ini ancaman gelombang keempat varian Omicron, hati-hati,” kata Jokowi dalam acara pengarahan Kepala Kesatuan Wilayah Tahun 2021 di Kabupaten Badung, Bali, melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (3/12).
Dari kasus yang terjadi di Afrika Selatan, sebanyak 87 persen pasien yang dirawat akibat tertular varian Omicron belum divaksin dan 70 persen merupakan anak-anak di bawah 4 tahun. Dan sebagian besar yang meninggal dunia berusia di atas 60 tahun.
“Oleh sebab itu, saya minta ini sekali lagi, Pak Kapolri dan seluruh jajaran, Panglima TNI beserta semua jajaran, vaksinasi ini segera kita selesaikan secepat-cepatnya. Artinya terus digencarkan terus,” tambah dia.
Hingga hari ini, pemerintah telah menyuntikkan 240 juta dosis vaksin Covid-19, dengan dosis pertama yang sebanyak 67,8 persen dan dosis kedua sebanyak 46,9 persen. “Masih jauh dari keinginan kita untuk masuk ke dosis 1,2 itu sudah ke 70 persen. Ini masih butuh kerja keras,” ujar Jokowi.
Jokowi mengatakan, percepatan vaksinasi ini terutama dilakukan di 15 provinsi yang cakupan vaksinasinya di bawah 60 persen. Yakni Sumsel, Sumbar, NTT, Kalbar, Kalsel, Riau, Sulbar, Sulsel, Maluku Utara, Sulteng, Papua Barat, Maluku, Sultra, Aceh, Papua.
Selain itu, Jokowi juga menekankan pentingnya menjalankan protokol kesehatan secara ketat, serta meningkatkan upaya pengetesan dan pelacakan di setiap wilayah di Indonesia. Ia mengingatkan 17 kabupaten kota di 8 provinsi yang mengalami tren kenaikan selama 2-3 minggu terakhir agar segera melakukan antisipasi.
“Walaupun masih dalam hitungan puluhan per minggu tapi tetep harus segera diantisipasi karena larinya nanti bisa ke keamanan, bisa ke politik, ketertiban masyarakat, semuanya,” ucapnya.
Untuk menghindari penyebaran varian Omicron, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Tjanra Yoga Aditama menyarankan melakukan pemeriksaan sekitar dua pekan terakhir. Alasannya, laporan beberapa negara bahwa kasus varian Omicron dari penerbangan sudah mulai sejak dua pekan terakhir
"Maka akan amat baik kalau di kita juga dilakukan pemeriksaan sekitar dua minggu ke belakang. Walaupun memang sejak 29 November sudah dilakukan penolakan masuk sementara ke wilayah Indonesia bagi orang asing yang pernah tinggal dan/atau menunjungi daerah terjangkit, tetapi kan bisa saja orang asing itu sudah masuk negara kita tanggal 10 November misalnya, atau 15 November dll," kata Tjandra dalam keterangannya, Jumat (3/12).
Karena, bisa saja terjadi, pelaku perjalanan telah selesai menjalani karantina tiga hari sesuai aturan dan hasil PCR didapatkan negatif, tetapi karena masa inkubasi Covid-19 lebih dari dua minggu, pelaku perjalanan tersebut belakangan hasil PCR positif. "Seperti sudah terjadi di negara-negara lain. Kalau ternyata memang ada yang PCR positif dan itu akibat varian Omicron maka tentu buruk akibatnya bagi situasi epidemiologi kita," terang Tjandra.
Karena itu, harus ada mitigasi berlapis, salah satunya dengan dilakukan penelusuran kepada para pelaku perjalanan Internasional yang datang dalam dua atau tiga minggu yang lalu. "Apakah mereka sekarang sehat saja atau barangkali ada yang sakit yang tentu harus diisolasi dan ditangani dengan seksama, termasuk genome sequencing," tegas Tjandra.
Terlebih, jumlah pemeriksaan whole genome sequencing Indonesia memang masih perlu ditingkatkan. Dari data GISAID sampai 1 Desember 2021, Indonesia memasukkan 9.265 sekuens, sementara Singapura sudah memasukkan 10.151 sekuen, Afrika Selatan dengan penduduk tidak sampai 60 juta memasukkan 23.917 sekuen serta India bahkan sudah memasukkan 84.296 sekuen.
"Seperti sudah disampaikan terdahulu, penduduk kita kira-kira adalah seperempat penduduk India, jadi kalau India sekarang sudah memeriksa lebih 80 ribu sampel maka seyogyanya kita harusnya dapat juga sudah memeriksa sekitar 20 ribu sampel," terang Tjandra.