Dukung Usaha Jamu Gendong, BPOM Inisiasi 'Orang Tua Angkat'
Rep: My38/ Red: Fernan Rahadi
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Penny Kusumastuti Lukito (kiri) dan Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji dalam konferensi pers acara | Foto: Indah Novita
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Wilayah Indonesia dengan kearifan lokal di dalamnya memiliki potensi besar bagi pengembangan jamu tradisional. Dalam proses pengembangan tersebut diperlukan adanya peningkatan dan pemanfaatan produk natural bernilai tambah.
Dalam hal ini, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Penny Kusumastuti Lukito menginisiasi program orang tua angkat untuk mendampingi para pelaku usaha jamu gendong. Sehingga, dapat dihasilkan jamu yang berstandar BPOM.
"Kami berinisiasi dengan membentuk orang tua angkat. Jadi pelaku usaha industri jamu bisa menjadi orang tua angkat para pelaku usaha jamu gendong. Apakah itu memberikan training atau memberikan peralatan teknologi. Itu nanti akan dibantu oleh orang tua angkat," ujarnya dalam acara 'Sarasehan Jamu Nusantara: Jejak Empiris dengan Dukungan Iptek Menuju Kemandirian di Bidang Kesehatan' di Hotel Tentrem, Yogyakarta, Kamis (2/12).
Dia juga mengatakan, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan produk-produk natural bernilai tambah dan bermanfaat untuk masyarakat Indonesia. Dalam menggiatkan hal tersebut pelaku usaha jamu gendong akan diberikan pendampingan oleh BPOM agar bisa menghasilkan produk-produk jamu yang berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat.
"Guna menggenjot produksi jamu berstandar tinggi dan meningkatkan nilai tambah, BPOM berkomitmen untuk memberikan pendampingan serta fasilitas hingga memberikan izin edar. Untuk memastikan bahwa produk yang diolah itu memenuhi aspek higienis, komposisinya juga harus benar sehingga betul-betul memiliki mutu yang berkualitas," ujarnya.
Melalui acara Sarasehan Jamu Nusantara yang diselenggarakan oleh BPOM RI kali ini, diharapkan dapat digali data empiris dalam menghasilkan jamu tradisional berkualitas baik. Dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi, diharapkan terdapat nilai tambah yang mendorong terciptanya obat herbal berstandar fitofarmaka.
"Jadi esensi dari pertemuan kita ini adalah bersama-sama menggali hal-hal yang perlu kita kembangkan untuk ditindaklanjuti lebih jauh lagi. Sehingga kita bisa mengembangkan kearifan lokal jamu kita untuk dikembangkan kembali ke beberapa tahap," ujarnya.
Menurut dia, masih banyak produk herbal dan produk natural di berbagai daerah di Indonesia yang belum diketahui publik, sehingga tak dapat dimanfaatkan dan dikembangkan.
Yogyakarta dapat menjadi contoh daerah yang mendokumentasikan jamu dan produk herbal secara baik. Untuk itu, sarasehan perdana ini digelar di Yogyakarta dan akan dihelat di berbagai daerah lain. "Jadi wilayah lain bisa belajar banyak tentang pendokumentasian jamu dan produk herbal sehingga dapat ditindaklanjuti pengembangannya," kata Penny.
Penny menyatakan BPOM siap membantu pengembangan jamu dan produk obat herbal di semua wilayah, terutama dengan memberi pendampingan bahkan izin edar.
"Namun yang terpenting kami butuh data empiris yang terdokumentasikan. BPOM di tiap wilayah akan membantu sebagai mitra. Setelah dokumentasi akan ada tahapan-tahapan. Mulai dari penelitian, dari jamu kemudian kalau data cukup ada riset dan uji praklinik sebagai produk obat herbal standar, sampai tahap uji klinik pada manusia sebagai fitofarmaka," tuturnya.
"Melalui penelitian, produk herbal dan produk natural akan memiliki nilai tambah. Perjalanan kita masih panjang, tapi harus dilakukan bersama," kata dia.
Dengan langkah tersebut, produk herbal akan punya manfaat kesehatan sekaligus mendukung kemandirian bangsa di bidang kesehatan. Apalagi pada masa pandemi ini saat kebutuhan akan produk herbal melonjak dan punya potensi dikembangkan sebagai pengganti obat kimia. Jika potensi itu terus ditindaklanjuti, produk herbal juga mampu mendorong perekonomian melalui ekspor produk dan wisata kesehatan atau wellness tourism.
"Outputnya nanti perubahan jumlah produksi obat bahan alam yang berkualitas dan punya daya saing, sehingga juga bisa diekspor. Jadi ada manfaat kesehatan dan manfaat ekonomi. Mudah-mudahan setelah pandemi, kita juga bisa membangun wellness tourism," katanya.
Sementara itu, Gubernur DIY melalui Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji, mengapresiasi BPOM dalam meningkatkan jamu tradisional. Hal itu dikarenakan BPOM memberikan kesempatan bagi pelaku usaha jamu tradisional untuk mengembangkan usahanya.
"Dengan keterlibatan Badan POM dalam hal ini, tentu membawa dampak baik, dalam melindungi konsumen dan pelaku usaha jamu tradisional. Karena dengan adanya keterlibatan hal tersebut, masyakarat tidak akan ragu dalam menggunakan jamu tradisional," ujarnya.
Ia menyatakan, pengobatan dengan jamu dan produk herbal telah digunakan masyarakat kita secara turun temurun sejak jaman dahulu. Hal ini terekam dalam sejumlah jejak sejarah. "Seperti di relief Candi Borobudur tampak orang sedang menghancurkan bahan alam untuk membuat jamu. Jamu disebut di sejumlah candi dans serat, termasuk di Serat Centini," katanya.
Menurutnya, jamu menjadi cerminan budaya bangsa dan warisan budaya bernilai tinggi sehingga perlu dilestarikan dan mampu mendorong ekonomi masyarakat. "Sarasehan BPOM ini besar harapan kami menjadi sinergi dalam kebijakan produksi jamu dengan dukungan iptek sehingga menberi nilai tambah pada jamu, obat herbal berstandar, dan fitofarmaka," kata Aji.
Selain sarasehan, pada acara ini juga diserahkan secara simbolis sertifikat nomor izin edar dan bantuan kepada pelaku usaha produk herbal tradisional, termasuk penempelan stiker pada tukang jamu gendong sebagai tanda pendampingan BPOM kepada produsen jamu tradisional.
Sarasehan diikuti berbagai kalangan seperti produsen jamu dan produk herbal, asosiasi dan pengusaha, hingga akademisi. Selain itu, sejumlah produk herbal unggulan UMKM juga dipamerkan.