REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Pemerintah Kota Batam Kepulauan Riau mengantisipasi peningkatan arus kepulangan pekerja migran melalui daerah setempat menjelang libur Natal dan Tahun Baru. Wali Kota Batam Muhammad Rudi mengatakan sebagai kepala daerah tingkat dua, dirinya tidak memiliki wewenang mengatur lintas batas antarnegara, terkait kepulangan PMI (pekerja migran Indonesia).
Namun dia berkomitmen untuk tetap melindungi warga Batam dari ancaman penularan Covid-19."Apa kebijakan Presiden, akan dilaksanakan. Tapi saya harus proteksi masyarakat Batam," kata dia, Jumat (3/12).
Sesuai dengan surat edaran terbaru, maka seluruh orang dari luar negeri harus menjalani karantina 10 hari. Menurut dia, aturan itu mestinya bisa menyelamatkan warga Batam, karena masa inkubasi virus sekitar tujuh hari. Namun, apabila setiap PMI harus menjalani karantina 10 hari di Batam, maka pihak terkait harus memikirkan biayanya.
"Kalau sehari yang datang 200 orang, artinya 2.000 orang ditampung silih berganti. Siap tidak kasih makan, siap tidak mengarantina mereka, siap tidak tenaga medis menjaga mereka," kata dia.
Selama ini, PMI yang masuk Indonesia melalui Batam menjalani karantina di tiga rumah susun. Namun, ia mengingatkan, kapasitas rusun juga terbatas.
Menurut dia, karantina dalam jumlah besar rawan keributan, apabila tidak ditangani dengan baik."Ada kebutuhan pribadi, ke kamar mandi, siap tidak kita. Rusun hanya ada beberapablok, kalau masuk semua, bisa ribut," kata dia.
Dan itu hanya persoalan karantina PMI yang negatif Covid-19, belum lagi berbagai persiapan menghadapi PMI yang dinyatakan positif Covid-19.Karenanya, kata dia, pihaknya akan mencari solusi bersama muspida setempat, terutama Komandan Kodim0316/Batamselaku Ketua Satuan Tugas Khusus Pemulangan PMI."Karena tumpuan mereka di Batam," kata dia.