REPUBLIKA.CO.ID, CIREUNDEU--Meski pandemi Covid-19 belum sepenuhnya mereda, namun sejumlah kalangan pendidikan telah menggelar kegiatan pembelajaran tatap muka (PTM). Menyusul diterbitkannya Surat Keputusan bersama empat Menteri (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negri). Surat keputusan tersebut berisikan mengenai hal memperbolehkan peserta didik kembali melakukan pembelajaran tatap muka disekolah secara terbatas.
Winner Jihad Akbar, S.Si., M.Ak selaku Koordinator Tata Kelola Direktorat SMA Kemdikbudristek menyebutkan pro dan kontra PTM di masa pandemi. PTM di masa pandemi merupakan solusi untuk mengatasi dampak yang timbul pada saat pandemi Covid-19 di bidang Pendidikan. Seperti Putus sekolah, penurunan pencapaian sekolah, kekerasan pada anak di rumah. "Pemerintah senantiasa mengkaji kebijakan pembelajaran pada masa pandemic Covid-19 dengan menerapkan prinsip utama yaitu Kesehatan dan Keselamatan," katanya, di sela kegiatan Studium General yang diselenggarakan mahasiswa Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (FISIP UMJ), secara online dan live youtube beberapa waktu lalu.
Menurutnya, Jihad masyarakat masih memiliki perspektif yang salah mengenai kebijakan yang sifatnya masih dinamis ini. Sebenarnya PTM ini bersifat terbatas bukan suatu keharusan, dan orang tua pun dapat memutuskan anaknya untuk tetap melakukan pembelajaran jarak jauh atau mengikuti tatap muka terbatas dengan tetap menerapkan protokol Kesehatan 3M (Mencuci tangan, menggunakan handsanitizer, dan menjaga jarak).
Pembelajaran tatap muka sendiri perlu memperhatikan keselamatan, keamanan, dan kesehatan warga sekolah. Jika tidak diperhatikan maka akan memunculkan dampak negative yaitu learning loss atau istilah yang digunakan untuk menyebut hilangnya pengetahuan dan keterampilan, baik secara umum maupun spesifik. learning loss berdampak pada resiko kemampuan intelektual dan psikologis anak yang kritis dan penurunan pencapaian belajar anak.
Masyarakat juga seharusnya menyadari tidak semua kebijakan terkait pembelajaran selama pandemi ini menjadi tanggung jawab pemerintah. "Diperlukan partisipasi seluruh masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan dan menyadari protokol kesehatan itu penting dalam mengurangi rantai penyebaran Covid-19, serta kerja sama mengingatkan sesama masyarakat," tuturnya.
M. Qudrat Nugraha, MBA., Ph.D selaku Ketua Board Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia penerapan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dan PTM dimasa pandemi Covid-19 ini memiliki kekurangan dan kelebihan. Apabila PJJ diterapkan di zona kuning atau merah menjadi solusi baru bagi proses pembelajaran, akan tetapi sarana dan prasarana untuk tenaga pendidik dan siswa harus dipersiapkan dengan matang.
Baik dari segi hardware dan software serta pengaturan materi pembelajaran. Jika tidak disiapkan dengan baik maka akan menimbulkan terjadinya learning loss generation yang berkelanjutan karena sudah hampir dua tahun terjadi di Indonesia maupun dunia". "Penerapan PTM ini akan menjadi solusi dalam memutus adanya learning loss generation, akan tetapi pelaksanaan yang tidak dipersiapkan dengan baik akan menimbulkan kluster baru di dunia Pendidikan," tutur Qudrat.
Dalam diskusi dengan peserta juga disampaikan Guru maupun siswa harus menggunakan akun belajar id, menjadi platform yang diberikan Kemendikbud ini baru tercapai sekitar 20 persen yang telah mengaksesnya karena masih kurangnya sosialisasi penggunaan platform tersebut.
Kegiatan Studium General ini diadakan bertujuan untuk mengkaji lebih dalam terkait kebijakan tatap muka yang telah dibuat oleh pemerintah. Kegiatan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta wawasan bagi masyarakat terutama orang tua, mahasiswa, serta tenaga pendidik.