REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para peneliti mencoba mendalami keinginan bunuh diri dan pengaruhnya pada pengidap diabetes. Temuan tertuang dalam penelitian berjudul Effects of Trauma and Anxiety on Adherence in Pediatric Type 1 Diabetes.
Tujuan studi adalah mencari tahu apakah pasien diabetes tipe satu secara negatif dipengaruhi oleh paparan trauma, gangguan stres pasca-trauma (PTSD), kecemasan, depresi dan manajemen diri diabetes. Studi meninjau pasien berusia tujuh hingga 21 tahun.
Tim mengungkap bahwa peristiwa traumatis dan PTSD tidak memengaruhi kontrol glikemik dan manajemen diri diabetes di antara pasien dengan kondisi tersebut. Akan tetapi, ada hubungan yang ditemukan pada kecemasan dan perasaan ingin bunuh diri.
Pasien muda dengan diabetes tipe satu yang mengalami kecemasan atau pernah punya pikiran ingin bunuh diri memiliki kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Tingkat hemoglobin glikat atau HbA1C dalam tubuh mereka terpantau lebih besar jumlahnya.
Individu yang mengambil bagian dalam uji coba menjalani kuesioner screening psikiatri standar selama kunjungan rumah sakit. Tes itu untuk menilai hubungan antara trauma, PTSD, kecemasan, dan kepatuhan perilaku.
Analisis varians juga dilakukan untuk menguji kadar HbA1C dan adanya ide bunuh diri. Menurut temuan, pasien yang melaporkan sendiri pernah memiliki keinginan bunuh diri memiliki rata-rata Hb1AC lebih tinggi.
Menurut tim peneliti, memahami faktor kejiwaan yang dapat berkontribusi pada kontrol glikemik dan manajemen diri diabetes amat penting. Itu akan memungkinkan edukasi dan intervensi yang lebih efektif, terutama di awal perjalanan diabetes pediatrik.
"Edukasi untuk orang muda dengan diabetes tipe satu dan keluarga mereka harus mencakup informasi tentang faktor psikologis yang mungkin berperan dalam pengendalian diabetes, termasuk kecemasan dan ide bunuh diri," ungkap peneliti. Paparan lengkap studi telah dimuat di jurnal Diabetes Spectrum, dikutip dari laman Diabetes Times.