Ahad 05 Dec 2021 21:07 WIB

Tahun Depan PLTU Dikenakan Pajak Karbon

Penerimaan dari pajak karbon dapat dimanfaatkan untuk menambah dana pembangunan.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Fuji Pratiwi
Foto udara progres pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) (ilustrasi). Mulai tahun depan pemerintah resmi menetapkan pajak karbon di PLTU.
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Foto udara progres pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) (ilustrasi). Mulai tahun depan pemerintah resmi menetapkan pajak karbon di PLTU.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk mencapai target net zero carbon pada 2060, mulai tahun depan pemerintah resmi menetapkan pajak karbon di PLTU. Setiap ton CO2 yang dihasilkan PLTU akan dibanderol pajak Rp 30 ribu.

Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Munir Ahmad menjelaskan, pemerintah menerbitkan Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang salah satunya mengatur mengenai pajak karbon. Pemerintah Indonesia akan menerapkan pajak karbon secara bertahap pada tahun 2021-2025 dengan memperhatikan perkembangan pasar karbon, pencapaian target NDC, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi.

Baca Juga

"Pada 1 April 2022 direncanakan mulai diterapkan pajak karbon (cap & tax) secara terbatas pada PLTU Batubara dengan tarif Rp 30.000/tCO2e," ujar Munir dalam keterangan resminya, Ahad (5/12).

Munir menjelaskan, nantinya penerimaan dari pajak karbon dapat dimanfaatkan untuk menambah dana pembangunan, investasi teknologi ramah lingkungan, atau memberikan dukungan kepada masyarakat berpendapatan rendah dalam bentuk program sosial. "Untuk kegiatan di PLTU batu bara, penerapan pajak karbon (cap and tax) akan diterapkan ke dalam uji coba perdagangan karbon yang sedang dilakukan, sehingga mekanismenya adalah cap and trade and tax," ujar Munir.

Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Wanhar mengatakan, uji coba perdagangan karbon di pembangkit listrik dengan konsep cap and trade dan offset.

Di mana untuk cap merupakan nilai batas atas emisi gas rumah kaca (GRK) yang ditetapkan oleh pemerintah, trade merupakan perdagangan selisih tingkat emisi GRK terhadap nilai cap di antara unit yang di atas cap dengan unit di bawa cap, dan offset merupakan penggunaan kredit karbon dari kegiatan-kegiatan aksi mitigasi dari luar lingkup perdagangan karbon untuk mengurangi emisi GRK yang dihasilkan.

Wanhar mengungkapkan, uji coba perdagangan karbon tersebut diikuti 32 unit pembangkit PLTU, dimana 14 unit PLTU bertindak sebagai buyer, dan 18 unit PLTU bertindak sebagai seller.

Pelaksanaan uji coba perdagangan karbon ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional, yang baru saja diterbitkan 29 Oktober 2021.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement