Bupati Nonaktif Nganjuk Jelaskan Asal Uang dalam Brankas
Rep: Dadang Kurnia/ Red: Muhammad Fakhruddin
Tersangka Bupati Nganjuk NRH dihadirkan saat konferensi pers OTT Bupati Nganjuk di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (11/5/2021). Dittipikor Bareskrim Polri dan KPK mengamankan Bupati Nganjuk NRH dalam sebuah operasi tangkap tangan (OTT) dan menyita sejumlah barang bukti berupa uang tunai Rp647,9 juta yang diduga hasil tindak pidana jual beli jabatan dari brankas pribadi Bupati Nganjuk dan telah menetapkan enam tersangka lainnya dalam kasus tersebut. ANTARA FOTO/Reno Esnir/wsj. *** Local Caption *** | Foto: ANTARA/RENO ESNIR
REPUBLIKA.CO.ID,SIDOARJO -- Bupati nonaktif Nganjuk Novi Rahman Hidayat menjelaskan soal asal muasal uang Rp647 juta di dalam brankas yang disita petugas saat operasi tangkap tangan (OTT). Novi mengaku, uang ratusan juta di dalam brankas itu bukanlah uang suap sebagaimana yang dituduhkan dalam dakwaan.
Novi menyebut, uang dalam brankas sebenarnya berjumlah total Rp1 miliar. Uang tersebut merupakan hasil dividen usahanya, yang diambil dari bagian keuangan perusahaan. Soal uang Rp1 miliar itu pun, sempat dibenarkan oleh salah satu saksi bernama Riana.
"Sumber uangnya dari dividen usaha SPBU yang mulia. Jadi uangnya saya taruh di brankas. Setiap tahun kan ada dividen," ujarnya dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, Sidoarjo, Senin (6/12).
Ia menambahkan, dari uang Rp1 miliar itu, sebagian telah digunakannya untuk kebutuhan lebaran. Ia pun menjelaskan, uang itu dibelanjakan untuk membeli parsel, beras zakat, baju, maupun tunjangan hari raya untuk para pegawai pribadinya.
"Awalnya saya gunakan Rp210 juta, lalu ada pengeluaran lagi sebesar Rp143 juta. Sisanya ya itu yang ada di dalam brankas," ujarnya.
Ia menjelaskan, meski uang dalam brankas itu bersifat uang pribadi akan tetapi brankas itu diakuinya ada di dalam rumah dinas bupati. Hal itu, baginya tidak ada persoalan mengingat sebelumnya di rumah dinas memang tidak ada brankas.
"Jadi itu (brankas) ada di gudang. Lalu saya pakai. Di kantor tidak ada, di rumah dinas ini akhirnya saya pakai," kata dia.
Salah satu jaksa pun menanyakan soal uang Rp1 miliar yang disimpan dalam brankas itu apakah sudah dilaporkan ke Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN)? Novi dengan tegas memastikan jika hal itu sudah tercatat dalam LHKPN-nya. Ia menyebut, dalam LHKPN-nya ada harta yang berasal dari dividen semua jenis usahanya. "Sudah saya laporkan ke LHKPN, termasuk uang Rp1 miliar itu," kata Novi.
Disinggung soal usaha apa saja yang dimilikinya, ia pun menyebut memiliki usaha koperasi simpan pinjam, belasan SPBU, serta sejumlah kebun sawit. "Saya tidak hafal jumlahnya. Tapi yang jelas ada koperasi simpan pinjam, SPBU dan kebun sawit. Rata-rata Rp5 miliar sampai Rp6 miliar dividen setiap tahunnya," kata dia.
Terkait dengan kasus ini, ia pun memastikan tak pernah menerima maupun meminta upeti atau suap dalam jual beli jabatan. Sehingga, ia pun menolak semua tuduhan seperti dalam dakwaan jaksa.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Adi Dharma Mariyanto menyatakan, keterangan terdakwa ini hanya ingin menegaskan, bahwa uang Rp647 juta yang disita petugas dalam brankas itu adalah uang pribadi. Uang tersebut, kata dia, tidak ada kaitannya sama sekali dengan kedudukan maupun jabatannya sebagai bupati.
"Jadi uang yang disita itu bukan uang jual beli jabatan. Akan tetapi uang itu adalah hasil laba dari usaha SPBU dia. Dan itu pun sudah ada dalam LHKPN-nya," ujarnya.