REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bentuk negara kepulauan dengan kondisi geografis yang sangat beragam merupakan kekayaan sekaligus tantangan untuk Indonesia. Tantangannya, masih banyak daerah-daerah terpencil yang sulit untuk dijangkau. Di Papua misalnya, sebagian besar wilayahnya diselimuti hutan belantara, pegunungan yang tinggi, serta lembah yang curam. Maka tak heran akses transportasi antar daerah di Papua sangat terbatas. Hal ini amat mempengaruhi lalu lintas bahan baku logistik, pergerakan manusia, yang berakibat pada kurangnya pemerataan kesejahteraan masyarakat.
Untuk menjangkau daerah terluar dan terpencil di Indonesia, diperlukan pesawat-pesawat perintis yang tangguh. Angkutan udara ini harus memiliki kemampuan melintasi bentang alam pegunungan yang sulit, serta mendarat dan lepas landas di landasan yang pendek dan ekstrem. Salah satu maskapai perintis Indonesia memutuskan untuk membeli lima pesawat legendaris dari Swiss sebagai bentuk keseriusannya membantu pemerintah Indonesia dalam menghubungkan daerah-daerah terpencil di Tanah Air.
Adalah PC-6 Pilatus Porter yang menebalkan harapan Smart Aviation dan Indonesia untuk meratakan pembangunan di daerah-daerah pedalaman yang masih kesulitan akses transportasi. PC-6 Pilatus Porter dikenal ketangguhannya di medan berat, seperti runway tanah, takeoff dan landing di landasan yang pendek, serta bisa mendarat di berbagai jenis permukaan. Selain memiliki kemampuan STOL (Short Take Off and Landing), Pilatus PC-6 juga bisa terbang dengan kecepatan rendah.
Dengan kemampuan demikian, Pilatus akan mampu mendarat dan lepas landas di landasan pacu Papua yang ekstrem. Karena itu, bertambahnya armada Pilatus diharapkan menjadi salah satu jalan keluar untuk membantu menyejahterakan masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah pedalaman yang memiliki keterbatasan akses transportasi.
"Pilatus Porter PC-6 merupakan pesawat legend yang bisa mendarat di landasan yang lebih pendek daripada pesawat Cessna Caravan. Tentunya ini akan menjadi harapan kami terhadap pemerataan pembangunan di daerah-daerah yang sulit dijangkau," ucap Lerry Janurengers, Executive Staff of BOD Smart Aviation.