Senin 06 Dec 2021 23:35 WIB

PM Kamboja: Myanmar Punya Hak Hadiri Pertemuan ASEAN

Kamboja akan mengundang semua perwakilan anggota dalam pertemuan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen. Hun Sen berencana mengunjungi Myanmar untuk melakukan pembicaraan dengan junta militer.
Foto: EPA-EFE/AN KHOUN SAMAUN
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen. Hun Sen berencana mengunjungi Myanmar untuk melakukan pembicaraan dengan junta militer.

REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Perdana Menteri Kamboja Hun Sen berencana mengunjungi Myanmar untuk melakukan pembicaraan dengan junta militer. Menurut dia, para pejabat junta Myanmar perlu diundang ke pertemuan-pertemuan ASEAN.

Hun Sen mengungkapkan, negaranya akan memegang keketuaan ASEAN tahun depan. Di bawah keketuaannya, Kamboja akan mengundang semua perwakilan anggota dalam pertemuan. “Myanmar adalah anggota keluarga ASEAN, mereka harus memiliki hak untuk menghadiri pertemuan,” kata Hun Sen saat menghadiri upacara peresmian proyek konstruksi yang didanai China, Senin (6/12).

Baca Juga

Mengingat saat ini junta Myanmar masih 'dikucilkan' dalam pertemuan ASEAN, Hun Sen berencana mengunjungi negara tersebut. “Ada kemungkinan saya akan mengunjungi Naypyidaw untuk bertemu Jenderal Min Aung Hlaing untuk bekerja dengannya. Jika saya tidak bekerja dengan pimpinan, dengan siapa saya bisa bekerja?” ucapnya.

Dia kembali mengutip konvensi lama ASEAN perihal nonintervensi dalam urusan internal masing-masing anggota. “Di bawah piagam ASEAN, tidak ada yang memiliki hak untuk mengusir anggota lain,” ujar Hun Sen.

Oktober lalu, Jenderal Min Aung Hlaing tak diundang dalam pertemuan para pemimpin ASEAN yang diselenggarakan Brunei Darussalam. Brunei, selaku ketua ASEAN saat ini, menilai, junta Myanmar tidak mengambil langkah yang telah disepakati untuk memulihkan perdamaian di negara tersebut.

Pada 1 Februari lalu, militer Myanmar melancarkan kudeta terhadap pemerintahan sipil di negara tersebut. Mereka menangkap pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa tokoh senior partai National League for Democracy (NLD).

Setelah kudeta, hampir seluruh wilayah di Myanmar diguncang gelombang demonstrasi. Massa menentang kudeta dan menyerukan agar para pemimpin sipil yang ditangkap dibebaskan. Namun militer Myanmar merespons aksi tersebut secara represif dan brutal. Lebih dari seribu orang dilaporkan tewas sejak demonstrasi pecah Februari lalu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement