REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran menuding Prancis menggoyahkan kawasan Teluk. Hal itu disampaikan setelah Paris menandatangani kesepakatan penjualan 80 jet tempur Rafale dengan Uni Emirat Arab (UEA) senilai 14 miliar euro.
“Kita tidak boleh mengabaikan peran Prancis dalam mengacaukan kawasan. Kami berharap Prancis lebih bertanggung jawab,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh dalam sebuah konferensi pers, Senin (6/12), dikutip laman Times of Israel.
Dia mengungkapkan saat senjata bernilai miliaran dolar dijual ke negara-negara Arab, tak ada kekhawatiran global. Sementara program rudal Iran dikutuk oleh kekuatan dunia.
“Militerisasi wilayah kami tak dapat diterima dan senjata yang mereka jual di kawasan adalah sumber kekacauan,” ujar Khatibzadeh.
Pada Jumat (3/12) pekan lalu, Presiden Prancis Emmanuel Macron melakukan kunjungan ke UEA. Pada kesempatan tersebut, UEA memesan 80 jet tempur Rafale ke Prancis. Tak hanya itu, Abu Dhabi pun menandatangani kesepakatan pembelian 12 helikopter angkut militer Caracal senilai lebih dari 17 miliar euro.
Macron memang tengah melakukan tur Teluk. Selain UEA, ia turut mengunjungi Qatar dan Arab Saudi.
Saat berada di Doha, dia mengapresiasi peran Qatar dalam membantu proses evakuasi warga Afghanistan yang terancam saat Taliban merebut kekuasaan di negara tersebut pada pertengahan Agustus lalu. “Saya berterima kasih kepada Qatar atas peran yang telah dimainkannya sejak awal krisis (Afghanistan), dan yang memungkinkan organisasi melakukan beberapa evakuasi,” kata Macron, dikutip laman Al Arabiya.
Baru-baru ini, Qatar membantu memfasilitasi proses evakuasi 258 warga Afghanistan ke Prancis. Mereka dianggap terancam karena aktivitasnya yang terkait dengan Prancis. Di antara mereka terdapat pula mantan personel yang direkrut secara lokal untuk tentara Prancis di Afghanistan.
Dalam penerbangan tersebut, Prancis turut mengevakuasi 11 warganya dan 60 warga Belanda beserta keluarganya masing-masing. Dari Doha, Macron bertolak ke Riyadh untuk bertemu Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman. Penguatan hubungan bilateral menjadi tujuan utama kunjungannya.