REPUBLIKA.CO.ID, —Seiring perkembangan zaman, terjadi pergeseran budaya dimana perempuan bukan hanya berperan sebagai ibu rumah tangga melainkan juga sebagai wanita karier.
Meski begitu masih terdapat perbedaan pendapat dan pro dan kontra di kalangan ulama mengenai fenomena ini. Salah satu ayat yang kerap dijadikan rujukan bahwa wanita lebih baik ‘berdiam diri’ di rumah adalah surat Al Ahzab ayat 33.
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Tinggallah kalian di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berdandan sebagaimana dandan ala jahiliah terdahulu.” Namun perbedaan pendapat terjadi jika merujuk pada ayat setelahnya,
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Surat Al Ahzab ayat 32).
Quraish Shihab dalam bukunya Tafsir Al-Misbah mengutip perkataan Thahir bin Asyur yang mengatakan bahwa perintah ayat ini ditujukan dan diwajibkan kepada istri-istri Nabi ﷺ . Sedangkan perempuan Muslimah selain mereka sifatnya adalah kesempurnaan, tidak wajib tetapi sangat baik.
Sementara itu, Imam Al Qurthubi menyatakan bahwa ayat itu menerangkan perintah yang berlaku untuk perempuan secara umum. Menurutnya, perempuan muslimah dilarang keluar rumah kecuali dalam keadaan darurat atau bersama muhrimnya.
Ibnu Katsir juga mengatakan bahwa perempuan dilarang keluar rumah jika tidak ada kebutuhan yang dibenarkan agama.
Meski begitu, tidak ada hadits yang secara eksplisit melarang perempuan untuk beraktivitas di luar rumah, termasuk bekerja.
Jika merujuk pada kisah Zainab bin Abdullah at-Tsaqafiyah, yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Ibnu Khuzaimah, Ibn Hibban, Abu Dawud dan At-Thabrani, Zainab adalah seorang tulang punggung keluarga, selain menafkahi suaminya, dia juga menafkahi anak-anak yatimnya.
Saat itu, Zainab meminta sang suami untuk bertanya kepada Rasul ﷺ terkait keadaaan keluarganya, namun dia menolak san meminta Zainab untuk menanyakannya sendiri ke Baginda Rasul ﷺ.
Zainab pun menuju kediaman Rasulullah ﷺ, disana dia bertemu dengan seorang perempuan dari suku Anshor yang ternyata hendak menanyakan hal yang sama.
Secara kebetulan, Bilal melintas di hadapan mereka, Zainab pun memanggilnya dan berkata, “Tolong tanyakan kepada Nabi Muhammad ﷺ, apakah aku akan mendapat pahala jika menafkahi suamiku dan anak-anak yatim di pangkuanku? Tapi tolong jangan beritahu siapa kami.”
Bilal pun menuju kediaman Rasulullah dan menyampaikan pertanyaan Zainab, Sebelum menjawab, Nabi menanyakan identitas sang penanya, lalu menjawab,
قَالَ : نَعَمْ لَهُمَا أَجْرَانِ أَجْرُ الْقَرَابَةِ ، وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ
“Ya, dia mendapatkan dua pahala, pahala nafkah keluarga dan pahala sedekah.” (Lihat Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, [Beirut, Dar Thuq Najah: 1422 H], juz II, halaman 121).
Bukan hanya Zainab, istri Rasulullah ﷺ, Khadijah binti Khuwailid juga merupakan seorang pebisnis sukses, bahkan ia mampu mengelola bisnisnya hingga lintas negara.