REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manajemen Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta, yaitu PT PAM Jaya berupaya mengurangi kebocoran air bersih atau non revenue water (NRW) agar seluruh warga Ibu Kota mendapatkan akses air bersih pada 2030. Berdasarkan data PAM Jaya, saat ini kebocoran air bersih dari instalasi pengolahan air sampai ke pelanggan mencapai 46 persen.
"Meminimalisasi NRW ini menjadi prioritas karena dengan penambahan pasokan air yang sudah dimulai pun, belum mencukupi, harus ada water saving yang dilakukan untuk bisa melayani warga Jakarta 100 persen," kata Direktur Utama PAM Jaya, Priyatno Bambang Hernowo dalam pesan singkat di Jakarta, Senin (6/12).
Bambang menyebut, pihaknya menargetkan kebocoran maksimal sebesar 24 persen pada 2030 atau bersamaan dengan target 100 persen akses air pada masyarakat di Ibu Kota. "Nilai idealnya NRW adalah 25 persen. Dan kita punya rencana untuk menurunkan sampai 24 persen di tahun 2030," ujarnya.
Bambang menjelaskan, kebocoran air perpipaan yang dialirkan dari instalasi pengelolaan air (IPA) menuju pelanggan disebabkan dua faktor, yakni kebocoran fisik dan komersial. Kebocoran fisik menjadi yang terbesar dengan nilai sebesar 75-80 persen. Sementara komersial hanya sebesar 25-30 persen.
Jenis kebocoran fisik, seperti jaringan perpipaan yang tidak andal, mulai rusak karena usia, bocor pada sambungan, serta aksesoris yang mengakibatkan adanya kehilangan air. Sementara, kebocoran komersial, antara lain pencurian air (illegal taping). Karena kebocoran fisik cukup tinggi, kata dia, prioritas untuk mengurangi NRW adalah mengganti pipa baru yang butuh investasi Rp 6 triliun.
Kemudian, sasaran utama perbaikan pipa PAM dalam waktu dekat adalah kawasan Jakarta Utara dan Pulomas di Jakarta Pusat yang memiliki tingkat kebocoran air perpipaan lebih dari 50 persen. Bambang menuturkan, PAM Jaya mesti lebih dulu menambah jaringan perpipaan ke daerah yang belum tersambung layanan PAM.
Hal itu karena ketika kebocoran bisa ditanggulangi, stok air yang sebelumnya bocor bisa langsung mengalir ke jaringan lainnya. "Water saving yang dilakukan itu harus kita alirkan lagi. Kan air yang kita hemat harus kita alirkan ke daerah lain. Sehingga, kita juga butuh tambahan perpipaan ke daerah yang saat itu belum ada jaringan perpipaan," ucap Bambang.
BUMD PAM Jaya berusaha mengoptimalkan sungai, situ, embung, hingga waduk di dalam kota untuk mengamankan pasokan air baku di Jakarta yang selama ini 81 persennya berasal dari Jatiluhur, Provinsi Jawa Barat dan Cisadane, Provinsi Banten sebesar 16 persen.
"Apa yang kita lakukan adalah memanfaatkan air-air yang ada di Jakarta dari 13 sungai. Di mana saat ini baru dua sungai selain Ciliwung (Kanal Banjir Barat), yaitu Krukut dan Pesanggrahan, kemudian waduk, situ dan embung," kata Bambang di Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Ahad (5/12).
Pasalnya, kata Bambang, pasokan air baku dari Jatiluhur adalah 16.800 liter per detik (lps) yang dikelola oleh IPA Buaran yang mengelola 6.000 lps, kemudian IPA Pulau Gadung 4.500 lps, serta di IPA Pejompongan 6.300 lps. Selain dari Jatiluhur, PAM juga mendapat air baku dari PDAM Tangerang yang mengolah air Cisadane untuk Jakarta sebagai air curah yang sudah bersih sebanyak 2.875 lps.
Sementara dari sungai di Jakarta dan yang lainnya, adalah sekitar enam persen yang berasal dari hulu Sungai Krukut sebanyak 400 lps, sungai Pesanggrahan sebanyak 150 lps, Kanal Banjir Barat 500 lps, dan Sistem Pengolahan Air Minum (SPAM) Hutan Kota di Pejompongan sekitar 600 lps.