REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Gedung Putih mengonfirmasi Amerika Serikat (AS) akan melakukan boikot diplomatik pada Olimpiade Musim Dingin di Beijing. Langkah ini dilakukan untuk memprotes pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan China. Negeri Tirai Bambu sudah memperingatkan akan membalas tindakan semacam ini.
Juru Bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan atlet-atlet AS akan tetap bertandingan dan menerima 'dukungan penuh' pemerintah. Akan tetapi AS tidak akan 'berkontribusi dalam kemeriahan pertandingan'.
"Perwakilan diplomatik atau resmi pemerintah AS akan memperlakukan pertandingan-pertandingan ini seperti biasa dalam menghadapi pelanggaran hak asasi RRC (Republik Rakyat China) dan kekejian di Xinjiang dan kami hanya tidak dapat melakukannya," kata Psaki dalam konferensi pers rutin, Senin (6/12) kemarin.
"Kami memiliki komitmen fundamental untuk mempromosikan hak asasi manusia dan kami sangat kuat pada posisi kami dan akan melanjutkan langkah-langkah untuk mendorong hak asasi di China dan sekitarnya," tambah Psaki.
Pengumuman ini disampaikan saat Presiden AS Joe Biden bersiap menjadi tuan rumah White House Summit for Democracy, sebuah pertemuan virtual pemimpin dan pakar masyarakat sipil dari 100 negara lebih yang akan digelar Kamis (9/12) dan Jumat (10/12) pekan ini. Pemerintah AS mengatakan Biden berniat menggunakan pertemuan ini untuk 'mengumumkan komitmen individual dan kolektif, reformasi, dan inisiatif untuk mempertahankan demokrasi dan hak asasi manusia di dalam maupun luar negeri'.
Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat Robert Menendez mengatakan boikot diplomatik sebagai 'langkah yang diperlukan. "Untuk menunjukkan komitmen tak tergoyahkan kami pada hak asasi dalam menghadapi dalam menghadapi pelanggaran tak bermoral pemerintah China," katanya.
Ia mengajak 'mitra dan sekutu yang berbagi nilai dengan AS' untuk bergabung dalam gerakan ini. Namun senator Tom Cotton mengatakan boikot diplomatik hanya 'setengah langkah'.
Pejabat-pejabat pemerintah AS termasuk Biden mengkritik pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Beijing pada masyarakat minoritas Muslim Uighur Xinjiang, penindakan keras pada aktivis pro-demokrasi Hong Kong, agresi militer pada Taiwan, dan isu-isu lainnya. Di hari-hari terakhir masa jabatannya, mantan Presiden Donald Trump menetapkan pelanggaran hak asasi di Xinjiang sebagai 'genosida'.