REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh: Santi Sopia
Cakupan vaksinasi Covid-19 terus diperluas di seluruh dunia. Tujuannya, untuk membentuk kekebalan kelompok (herd immunity) dalam upaya menghadapi pandemi global tersebut.
Namun, sebuah studi menunjukan bahwa menunda untuk mendapatkan dosis vaksin kedua mRNA Covid-19 ternyata menghasilkan respons imunitas yang lebih kuat. Studi peer-review pertama yang dilakukan di Amerika Utara itu memeriksa waktu antara dosis pertama dan kedua dari vaksin.
Hasil studi menunjukkan bahwa interval dosis yang lebih lama mengarah pada respons imun lebih kuat. Studi ini didanai oleh Pemerintah Kanada melalui Gugus Tugas Imunitas Covid-19 (CITF).
Peneliti utama dari studi, Dr Brian Grunau, mengatakan, studi membandingkan hasil tes darah dari total 186 paramedis. Beberapa di antaranya divaksinasi dalam interval yang direkomendasikan sebelumnya kurang dari empat pekan. Lalu yang lain menerima dosis kedua setelah enam hingga tujuh pekan.
“Kami menemukan tingkat antibodi yang jauh lebih tinggi pada individu yang memiliki interval vaksin yang lebih lama, dan ini konsisten terlepas dari vaksin mRNA mana yang diberikan,” kata Dr Grunau yang merupakan Asisten Profesor di UBC Department of Emergency Medicine and Scientist at the Centre for Health Evaluation and Outcome Sciences.
Hasil penelitian diterbitkan di Clinical Infectious Diseases. Seperti dilansir dari Eurasiareview, Selasa (7/12), suntikan mRNA ini termasuk vaksin Pfizer-BioNTech Comirnaty dan Moderna Spikevax. Meskipun tingkat antibodi hanya satu cara untuk mengukur respon imun tubuh, itu memainkan peran sangat penting. Temuan ini berimplikasi pada upaya vaksinasi global yang sedang berlangsung, karena setengah dari populasi dunia belum divaksinasi.
Memperpanjang interval pemberian dosis vaksin yang direkomendasikan berpotensi mengarah pada respons imun jangka panjang yang lebih kuat pada individu. Selain itu, juga akan memfasilitasi akses tingkat kelompok yang lebih cepat untuk mendapatkan dosis vaksin pertama.
“Strategi interval yang lebih panjang ini memungkinkan akses awal ke dosis pertama dalam populasi dan memastikan perlindungan terbaik dengan rangkaian dua dosis,” tambah Dr Grunau.
Meskipun tingkat kekebalan tubuh berkorelasi dengan risiko tertular Covid-19, penelitian ini tidak menilai infeksi terobosan yang sebenarnya. Studi lebih menambah informasi tentang keputusan strategi imunisasi.
Peserta studi terdaftar dalam proyek Risiko Kerja, Seroprevalence, dan Imunitas di antara Paramedis (CORSIP) Covid-19 yang lebih besar. Ini menjadi studi nasional yang meneliti bagaimana pandemi berdampak pada paramedis.