REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizkyan Adiyudha, Ali Mansur
Pengangkatan sejumlah eks pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kepolisian Republik Indonesia (Polri) bukan berarti masalah terkait Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) selesai. Mantan pegawai KPK Rieswin Rachwell menilai masih ada pelanggaran di KPK yang perlu dikawal penyelesaiannya.
"Perekrutan ASN Polri oleh Kapolri bukan berarti masalah TWK KPK yang maladministrasi dan melanggar HAM selesai, tetapi justru membuktikan TWK itu akal-akalan yang dibuat demi menyingkirkan kami dari KPK. Buktinya Polri merekrut kawan-kawan tanpa syarat tes TWK," kata Rieswin Rachwell dalam cicitannya melalui Twitter @niwseir, Selasa (7/12).
Dia mengatakan, rekomendasi Ombudsman RI dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menyatakan pelanggaran-pelanggaran administrasi dan HAM dalam TWK KPK harus tetap dikawal. Dia menegaskan, pelaku maladministrasi dan pelanggaran HAM harus dimintai pertanggungjawaban.
Secara khusus, dia mengapresiasi dan menghormati langkah Kapolri Jendral Sigit Listyo Prabowo yang secara progresif merekrut eks pegawai lembaga antirasuah. Dia mengatakan, perekrutan dilakukan di tengah stigma anti Pancasila, UUD 1945, NKRI dan pemerintah terhadap puluhan mantan pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK.
"Saya yakin Kapolri melihat dedikasi mereka kepada bangsa dan negara meskipun disingkirkan lewat TWK yang aneh," katanya.
Rieswin adalah satu dari belasan eks pegawai KPK yang memilih tidak bergabung sebagai ASN Polri. "Saya tidak ambil karena saya sudah ikut seleksi dan sudah lulus jadi penyelidik KPK di tahun 2017 ya. Soal saya disingkirkan oleh TWK yang aneh itu, solusinya bukan jadi ASN Polri," kata Rieswin.
Meskipun tidak bergabung ke Polri, mantan penyidik KPK itu bakal tetap menjadi advokasi berkenaan dengan isu-isu korupsi dengan cara berbeda. Dia mengaku juga akan mengawal penyelesaian sejumlah pelanggaran yang terjadi dalam TWK sebagaimana rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai bahwa perekrutan 44 eks pegawai KPK adalah tamparan bagi lima komisioner lembaga antirasuah tersebut. ICW menilai, mereka bisa diangkat menjadi ASN tanpa harus melewati seleksi TWK.
"Ini sekali lagi membuktikan bahwa TWK versi KPK memang didasari motif politik balas dendam untuk menyingkirkan 57 pegawainya sendiri," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangan, Selasa (7/12).
Menurutnya, pimpinan KPK seharusnya malu atas tindakan mereka melalui penyelenggaraan TWK sebagai syarat alih status kepegawaian. Dia berpendapat bawah penyingkiran 57 pegawai tersebut memiliki motif tersendiri.
Dia pun menegaskan bahwa perekrutan puluhan eks pegawai KPK sebagai ASN Polri bukan berarti menyelesaikan masalah terkait TWK. Kurnia mengatakan, TWK masih menyisakan banyak masalah yang belum rampung.
"Sebagaimana diketahui, rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM masih berlaku dan Presiden belum mengambil langkah apa pun," kata
Menurutnya, Presiden Joko Widodo berupaya melempar tanggung jawab dan mengabaikan rekomendasi dua lembaga negara tersebut. Dia mengatakan, Presiden seperti tidak punya keberanian untuk menegur Ketua KPK Firli Bahuri dan komisioner lain.
Kurnia mengatakan, teguran perlu diberikan karena komisioner lembaga antirasuah tidak mengikuti instruksi presiden dan melakukan banyak pelanggaran. TWK diketahui diselenggarakan di tengah kecacatan administrasi dan pelanggaran HAM sebagaimana ditemukan Ombudsman dan Komnas HAM.
ICW namun menaruh harapan besar kepada eks pegawai KPK yang bergabung ke Polri dapat membantu kepolisian untuk melakukan aksi percepatan pemberantasan korupsi. Kurnia mengatakan, selama ini kepolisian seringkali menjadikan pemberantasan korupsi hanya sebagai jargon, tanpa ada hasil yang konkret.
Lebih lanjut, ICW mengusulkan agar Kapolri membentuk satgas khusus antikorupsi yang berada di bawah pengawasannya langsung ketika eks pegawai KPK ini dilantik menjadi ASN. Kurnia mengatakan, mereka dapat bertugas memetakan potensi korupsi di tubuh Polri dan mendesain reformasi kepolisian.
"Jika itu bisa direalisasikan, tentu ditambah dukungan dari Kapolri, kepolisian dapat meningkatkan performanya dalam memberantas korupsi," katanya.