Selasa 07 Dec 2021 19:44 WIB

Pasien Luka Bakar Erupsi Semeru Perlu Penanganan Khusus

Pasien dengan luka bakar sering kali mengalami gangguan metabolik dan infeksi.

Sejumlah korban luka bakar letusan Gunung Semeru dirawat di RSUD Pasirian, Lumajang, Jawa Timur, Ahad (5/12/2021). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis data per 5 Desember 2021 terdapat 13 korban meninggal dunia dan 98 orang terluka dalam bencana letusan Gunung Semeru.
Foto: Antara/Seno
Sejumlah korban luka bakar letusan Gunung Semeru dirawat di RSUD Pasirian, Lumajang, Jawa Timur, Ahad (5/12/2021). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis data per 5 Desember 2021 terdapat 13 korban meninggal dunia dan 98 orang terluka dalam bencana letusan Gunung Semeru.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis kulit Arini Astasari Widodo mengemukakan pasien dengan luka bakar serius seperti yang dialami korban peristiwa erupsi Gunung Semeru, Jawa Timur, membutuhkan penanganan tenaga kesehatan berkompetensi khusus.

"Luka bakar serius seperti luka bakar derajat tiga dengan area luka yang luas, membutuhkan rawat inap di rumah sakit dan kadang dokter yang menangani membutuhkan kompetensi yang khusus," kata Arini.

Baca Juga

Dokter lulusan Universitas Indonesia yang kini bergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit Indonesia (Perdoski) itu membagi kriteria luka bakar bagi pasien rawat inap dari pertimbangan luas luka.

"Pada pasien dewasa lebih dari 15 persen sedangkan pada anak lebih dari 10 persen. Saat mengevaluasi luka bakar, dokter melihat dua faktor, seberapa dalam luka bakar dan ukuran luka bakar yang diukur dengan persen total luas permukaan tubuh," katanya.

Penanganan terhadap luka bakar yang serius, kata Arini, membutuhkan rumah sakit yang memiliki unit luka bakar, biasanya dikepalai oleh seorang dokter bedah plastik.

Ia mengatakan umumnya kasus kedaruratan dengan derajat berat yang mengancam nyawa, melibatkan dokter anestesi untuk mengatasi kegawatdaruratannya terlebih dahulu.

"Mengobati rasa sakit pada orang tersebut adalah kuncinya. Kontrol nyeri yang tidak memadai dapat mengganggu perawatan pada luka bakar," katanya.

Langkah selanjutnya adalah memeriksa luka untuk tanda-tanda infeksi dan masalah jangka panjang lainnya, seperti jaringan parut dan pengencangan kulit di atas sendi dan otot yang membuat sulit sulit untuk bergerak.

Dosen di Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) itu mengatakan pasien dengan luka bakar sering kali mengalami gangguan metabolik, infeksi dan tidak menutup kemungkinan ada gangguan pada organ lain. Sehingga membutuhkan dokter spesialis khusus seperti penyakit dalam atau spesialis lainnya bergantung kasus.

Arini menambahkan obat-obatan yang digunakan untuk pemulihan luka bakar di antaranya agen topikal yang umum digunakan termasuk salep antimikroba topikal, silver sulfadiazin, bismuth-impregnated petroleum gauze, mafenida, dan klorheksidin.

Agen lain seperti madu, povidone-iodine, lebih jarang digunakan. Kombinasi antimikroba dengan agen antijamur topikal juga menunjukkan beberapa manfaat untuk pengobatan luka bakar lokal, kata Arini.

"Salep antimikroba topikal sebagai obat tunggal atau kombinasi, biasanya digunakan untuk luka bakar superfisial (derajat 1)," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement