REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN--Iran menuduh Prancis mengganggu stabilitas kawasan teluk setelah negara itu menandatangani kesepakatan senilai Rp 226 triliun dengan Uni Emirat Arab untuk menjual 80 jet tempur Rafale. Prancis disebut memiliki peran jika terjadi kekacauan di kawasan Teluk.
"Kita tidak boleh mengabaikan peran Prancis dalam mengacaukan kawasan itu," kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri Saeed Khatibzadeh dalam konferensi pers dilansir dari The New Arab, Senin (6/12).
"Kami berharap Prancis lebih bertanggung jawab. Militerisasi wilayah kami tidak dapat diterima dan senjata yang mereka jual di wilayah tersebut adalah sumber kekacauan," tambahnya.
Prancis mendapatkan pesanan untuk 80 pesawat tempur Rafale selama kunjungan Presiden Emmanuel Macron ke UEA Jumat lalu. Selama kunjungan tersebut, Abu Dhabi juga menandatangani kesepakatan untuk membeli 12 helikopter angkut militer Caracal, dengan total tagihan lebih Rp 273 triliun.
UEA adalah pelanggan terbesar untuk industri pertahanan Prancis, dengan kesepakatan senilai lebih dari Rp 65 triliun sejak 2011 hingga 2020, menurut laporan parlemen Prancis.
Prancis telah menghadapi kritik setelah beberapa senjata ini digunakan di Yaman, di mana koalisi pimpinan Saudi yang mencakup UEA memerangi pemberontak yang didukung Iran dalam perang yang telah menciptakan salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
Khatibzadeh juga mengeluh bahwa senjata bernilai miliaran dolar dijual ke negara-negara Arab tanpa memicu kekhawatiran global sementara program rudal Iran dikutuk oleh kekuatan dunia.
Pernyataannya datang ketika Penasihat Keamanan Nasional UEA Sheikh Tahnoun bin Zayed Al-Nahyan melakukan kunjungan yang jarang ke Teheran. Kedua negara berusaha untuk meredakan hubungan yang diturunkan lima tahun lalu.