Evakuasi Korban Semeru Terkendala Sisa Material Erupsi yang Masih Panas
Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Fernan Rahadi
Kondisi Jembatan Gladak Perak yang terputus akibat longsoran material erupsi Gunung Semeru di Dusun Kamar Kajang, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Selasa (7/12). Jembatan yang menghubungkan Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang tersebut terputus akibat erupsi Gunung Semeru pada Sabtu (4/12) lalu. Pemerintah berencana akan segera membangun jembatan sementara untuk akses evakuasi dan penyaluran logistik bagi masyarakat terdampak. Republika/Thoudy Badai. | Foto: Republika/Thoudy Badai
REPUBLIKA.CO.ID, LUMAJANG -- Proses evakuasi korban hilang akibat erupsi Gunung Semeru masih terkendala hingga saat ini. Salah satu penyebabnya yaitu sisa material erupsi yang masih panas.
Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lumajang, Joko Sambang menyatakan, instansinya harus menggunakan alat berat untuk mengevakuasi korban. Sebab itu, BPBD dan para elawan mencari korban dengan sistem manual. "Anjing pelacak sudah ada tapi sementara ini pakai manual," ucap Joko saat dihubungi Republika, Selasa (7/12).
Dengan cara demikian, maka relawan akan menghampiri sebuah titik jika terdapat lalat berkerumun. Apabila ada yang mencurigakan, pihaknya akan menghampiri lokasi tersebut termasuk dengan alat beratnya.
Menurut Joko, penggunaan cangkul untuk mencari korban hanya bisa dilakukan saat sisa material erupsi sudah dingin. Pihaknya tidak berani menggunakan alat tersebut apabila material sisa erupsi masih panas. "Karena prinsip rekan-rekan di lapangan, tujuan penyelamatan jangan sampai kita yang diselamatkan," jelasnya.
Berdasarkan laporan yang diterima, lokasi terparah akibat erupsi berada di Dusun Curah Kobokan, Desa Supit Urang, Pronojiwo dan Dusun Kajar Kuning, Sumberwuluh, Candipuro, Kabupaten Lumajang. Lokasi ini dianggap parah karena abu erupsi telah membuat rumah-rumah warga tertutup hingga menyisakan atap. Sebab itu, tim BPBD yang bertugas mendata fasilitas umum (fasum) hanya bisa mengambil data dari balai desa.
"Jadi misal di sekitar itu sekian, gitu tok. Cuma belum bisa diidentifikasi karena kami tidak tahu kondisi rumah awalnya seperti apa. Jadi belum bisa kami petakan," ungkapnya.