KemenkumHAM Jatim Antisipasi Barang Impor Bajakan
Rep: Dadang Kurnia/ Red: Yusuf Assidiq
Sebuah banner informasi mengenai barang palsu dan bajakan terpasang saat dilakukannya aksi simpatik peduli kekayaan intelektual. | Foto: Republika/Prayogi
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kanwil KemenkumHAM Jatim bekerja sama dengan aparat kepolisian dan bea cukai untuk memperketat pencegahan peredaran barang bajakan. Termasuk barang-barang yang diimpor dari berbagai negara. Kepala Divisi YankumHAM Kanwil KemenkumHAM Jatim Subianta Mandala mengungkapkan, sepanjang 2021, ada setidaknya lima pelanggaran merek yang sudah masuk.
Dua kasus di antaranya telah diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh pihak kepolisian. “Sedangkan tiga kasus lainnya masih dalam tahap pemeriksaan saksi, baik saksi pelapor maupun saksi ahli,” ujar Subianta di Surabaya, Rabu (8/12).
Bahkan, lanjut Subianta, tren pembajakan produk kekayaan intelektual saat ini tidak hanya dilakukan produsen lokal saja. Banyak barang lokal, tapi dibajak dan diproduksi di luar negeri. “Jadi diimpor dari luar negeri, tapi ditulis made in Indonesia,” ujarnya.
Alasannya karena biaya produksi di luar negeri lebih murah. Distribusinya pun dibuat di kalangan masyarakat di perdesaan. Karena selama ini masih kurang peduli dengan perlindungan kekayaan intelektual. “Yang dibajak itu kadang yang dianggap remeh seperti alat tulis, barang yang murah-murah, tapi jumlahnya jutaan,” kata dia.
Maka dari itu, kata dia, Kanwil KemenkumHAM Jatim terus berupaya memberikan perlindungan atas produk kekayaan intelektual. Salah satunya dengan menggencarkan koordinasi dengan aparat terkait, utamanya Bea Cukai. Bea Cukai diharapkan aktif berkoordinasi ketika diduga ada potensi pelanggaran kekayaan intelektual dari barang-barang yang diimpor.
Ia berharap, saat pemeriksaan barang di bandara atau pelabuhan, sudah bisa dipastikan barang yang masuk ke Indonesia memang benar barang asli atau bajakan. “Sehingga barang tidak sampai beredar di pasaran,” kata Subianta.