Rabu 08 Dec 2021 16:29 WIB

Malioboro dan Impian Jadi 'Orchard Road'

Asosiasi PKL harap penataan Malioboro tak harus memindahkan para PKL.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Bilal Ramadhan
Pedagang menggelar aneka cenderamata di kawasan pedagang kaki lima Malioboro, Yogyakarta, Ahad (5/12). Pemerintah Daerah (Pemda) DIY bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta berencana melakukan penataan pedagang kaki lima (PKL) yang berada di sepanjang trotoar Malioboro. Direncanakan, relokasi PKL Malioboro ini akan dilakukan pada awal 2022. Lokasi relokasi PKL Malioboro nantinya di eks gedung Bioskop Indra dan eks Gedung Dinas Pariwisata Yogyakarta.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Pedagang menggelar aneka cenderamata di kawasan pedagang kaki lima Malioboro, Yogyakarta, Ahad (5/12). Pemerintah Daerah (Pemda) DIY bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta berencana melakukan penataan pedagang kaki lima (PKL) yang berada di sepanjang trotoar Malioboro. Direncanakan, relokasi PKL Malioboro ini akan dilakukan pada awal 2022. Lokasi relokasi PKL Malioboro nantinya di eks gedung Bioskop Indra dan eks Gedung Dinas Pariwisata Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, Pencana penataan pedagang kaki lima (PKL) di sepanjang trotoar Malioboro terus dimatangkan. Penataan dengan merelokasi pedagang ini sebenarnya sudah disosialisasikan bahkan sejak 2015 lalu.

Namun, penataan PKL direncanakan baru akan dieksekusi mulai Januari 2022 mendatang. Pro kontra terkait relokasi ini pun mencuat mengingat relokasi dilakukan di masa pandemi Covid-19.

Baca Juga

Tidak khawatir penataan akan mengurangi daya tarik wisatawan maupun menghilangkan ciri khas Malioboro, justru Pemerintah Daerah (Pemda) DIY berpendapat bahwa relokasi akan menguatkan nilai penting dari kawasan Malioboro itu sendiri.

Menurut Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, penataan akan menguatkan kearifan lokal DIY. Pasalnya, penataan PKL ini merupakan salah satu bagian dari keseluruhan perencanaan yang dilakukan terkait dengan kawasan Sumbu Filosofi DIY.

"Justru akan menguatkan nilai penting kawasan Malioboro, meningkatkan kualitas objek dan subjek yang membentuk konteks nilai dan makna kehidupan di Malioboro. Penguatan kembali melalui penataan yang berbasis kearifan lokal," kata Dian beberapa waktu lalu.

Dengan modal warisan budaya yang sudah ada, penataan di Malioboro dilakukan secara bertahap. Penataan tersebut, katanya, tidak hanya bertujuan untuk memberikan kenyaman terhadap masyarakat, pedagang maupun wisatawan yang berkunjung ke Malioboro.

Namun, penataan dilakukan dengan tujuan mengembalikan fasad atau bentuk asli dari Malioboro itu sendiri. Hal tersebut, akan mendukung Sumbu Filosofi DIY untuk didaftarkan sebagai warisan dunia ke UNESCO.

"Secara umum, sebenarnya sudah menjadi bagian dari Rencana Induk Pemeliharaan dan Pengembangan Kawasan Cagar Budaya DIY dan memiliki kesesuaian dengan upaya mendukung pengajuan sebagai warisan dunia ke UNESCO, karena tujuannya sama yaitu melestarikan nilai penting kawasan," ujar Dian.

Upaya Pemda DIY dalam pengembalian fasad Malioboro saat ini masih terus dilakukan, mulai dari penyiapan studi hingga perencanaan, termasuk penataan PKL. Sosialisasi dan koordinasi dengan pemilik fasad bangunan yang ada di sepanjang Malioboro juga sudah mulai berjalan.

Hingga saat ini, sudah ada sekitar 50 bangunan di kawasan Malioboro yang melewati proses detail engineering design (DED). Penyelesaian proses DED sendiri dilakukan secara bertahap.

Hal ini mengingat penyelesaian DED tidak hanya untuk bangunan di Malioboro saja, namun juga bangunan yang ada di sepanjang Sumbu Filosofi DIY. Yakni mulai dari Tugu-Kraton-Panggung Krapyak, yang mana Malioboro termasuk di dalamnya.

"Secara bertahap sudah dilakukan tahapan perencanaan dan penyiapan konstruksi untuk 50 bangunan di penggal Malioboro, (penyelesaian DED) dari keseluruhan pendataan semua bangunan di sepanjang Sumbu Filosofi dari Tugu sampai Panggung Krapyak)," katanya.

Pengembalian fasad ini dianggarkan dari dana keistimewaan (danais). Namun, Dian masih enggan untuk menyebutkan besaran danais yang digunakan untuk pengembalian fasad khususnya di kawasan Malioboro.

"Pengembalian fasad dianggarkan dari dana keistimewaan sesuai ketersediaan anggaran dan kesiapan penerima atau pemilik fasad (bangunan)," jelas Dian.

Seperti Orchard Road

Penataan PKL di Malioboro juga dianggap untuk mengembalikan fungsi dari trotoar itu sendiri. Dalam mendukung Sumbu Filosofi untuk didaftarkan ke Unesco, Pemda DIY berencana untuk mengubah Malioboro seperti Orchard Road yang ada di Singapura.

"Ini menjadi bagian bagaimana mengembalikan fungsi dan budaya-budaya yang ada di Malioboro. Ini yang sebetulnya kita berproses, jadi Malioboro itu kan Sumbu Filosofi dan ini proses penataannya," kata Kepala Dinas Koperasi dan UKM (Diskop UKM) DIY, Srie Nurkyatsiwi.

Penataan yang dilakukan dengan merelokasi PKL di sepanjang trotoar Malioboro ini, menurut Siwi juga tidak menghilangkan ciri khas dari Malioboro itu sendiri. Siwi menegaskan, penataan PKL tidak akan menghilangkan daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Malioboro.

Pasalnya, PKL di sepanjang trotoar Malioboro juga menjadi salah satu daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Malioboro. Tidak hanya sebagai tempat wisata, namun Jantung Yogyakarta tersebut juga dibuka sebagai pusat perekonomian.

Siwi beralasan bahwa relokasi PKL dilakukan dengan tujuan agar pedagang dapat naik kelas. Di dua tempat yang saat ini disiapkan sebagai shelter baru bagi PKL Malioboro, dapat menampung setidaknya lebih dari 1.800 lapak pedagang.

Relokasi pedagang ini juga akan dilakukan secara bertahap. Direncanakan, relokasi akan berjalan setidaknya selama dua tahun yakni hingga 2024 mendatang.

"Malioboro bukan hanya milik PKL, tapi milik masyarakat semuanya. Menghilangkan ciri khas itu tidak, masih juga PKL tapi ditata di sebuah shelter yang lebih permanen. Lebih kita itu menata dan ini ada tujuannya yaitu bagaimana kita menaik kelaskan UMKM," jelas Siwi.

Menurut Siwi, suasana Malioboro yang saat ini tidak tertata dengan baik tidak memberikan kenyamanan, baik bagi pedagang maupun pengunjung. Hal ini juga dinilai dapat menjadi salah satu sumber penularan Covid-19 mengingat ramainya Malioboro dikunjungi oleh wisatawan saat ini.

"Sekarang hiruk-pikuk disana, iya (PKL di trotoar menjadi) daya tarik, tapi daya tarik itu apakah memang menarik atau menjadi bagian yang justru menurut saya di dalam wisata itu bicara kualitas bukan kuantitas," tegasnya.

Sementara, Asosiasi PKL di Malioboro sendiri juga sudah menyatakan menolak adanya relokasi PKL. Pemda DIY diminta untuk mengevaluasi kembali kebijakan tersebut.

Walaupun relokasi terhadap PKL tetap akan dilakukan, Ketua Koperasi Paguyuban PKL Malioboro Tri Dharma, Rudiarto mengatakan agar penataan dilakukan ditempat dengan tidak memindahkan PKL ke lokasi baru. Ada dua lokasi yang disiapkan untuk PKL yakni di eks Gedung Bioskop Indra dan eks Gedung Dinas Pariwisata DIY.

"Harapannya menolak relokasi, (kalau) ditata tapi di tempat. Ditata kan tidak harus pindah tempat," kata Rudiarto.

Malioboro sendiri menjadi percontohan bagi daerah lain untuk mengembangkan kawasan pariwisata dan ekonomi seperti Ngarsopuro, Jawa Tengah. Justru, PKL pun bertanya-tanya kenapa Malioboro yang dijadikan sebagai contoh bagi daerah lain dan kehadiran PKL menjadi ikon dari Malioboro malah direlokasi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement