REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak delapan fraksi yang ada di DPR akhirnya menyepakati draf Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Selanjutnya, keputusan tersebut akan dibawa ke rapat paripurna DPR untuk disahkan sebagai RUU usulan DPR.
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPR menyatakan setuju agar RUU TPKS dibawa ke rapat paripurna. Alasannya, Indonesia membutuhkan payung hukum untuk menghadirkan keadilan bagi korban kekerasan seksual.
"Semangat reformasi hukum melalui undang-undang ini telah dibawa oleh PDI Perjuangan yang terus mengawal proses pembentukan RUU tentang TPKS agar menjadi produk hukum yang berkeadilan sosial bagi para korban," ujar anggota Badan Legislasi (Baleg) Selly Andriany Gantina dalam rapat Panja RUU TPKS, Rabu (8/12).
Hal senada disampaikan Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Nasdem, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sementara Fraksi Partai Golkar juga menyatakan setuju, tetapi diharapkan agar poin-poinnya disempurnakan agar tak menjadi polemik.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Golkar Ferdiansyah mengatakan fraksinya meminta Baleg menunda pengambilan keputusan RUU TPKS untuk menjadi usul inisiatif DPR. Dia mengatakan, RUU TPKS perlu menampung lebih banyak aspirasi masyarakat sebelum diambil keputusan.
"Kami apresiasi pimpinan Panja RUU TPKS sudah menampung aspirasi masyarakat namun idealnya perlu dicatat dan didalami lebih lanjut," kata Ferdiansyah saat membacakan pandangan F-Golkar dalam Rapat Pleno Baleg DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan, Fraksi Golkar mengusulkan agar RUU TPKS dilanjutkan kembali pembahasannya pada Masa Sidang III tahun Sidang 2021-2022. Hal itu menurut dia agar aga kesempurnaan dalam konten RUU TPKS sehingga ketika RUU tersebut disahkan menjadi UU maka tidak ada celah untuk dilakukan uji materi.
"Dalam waktu dekat, Fraksi Golkar akan menerima beberapa audiensi dari tokoh agama, alim ulama, tokoh masyarakat untuk mendengarkan masukan mereka terkait RUU TPKS," ujarnya.