REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto berharap pemerintah dapat memperhatikan madrasah ataupun pondok pesantren swasta sebagaimana yang negeri, terutama terkait sarana dan prasarananya agar menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.
"Yang (pesantren/madrasah) negeri itu masih layak, malah diberikan perhatian lebih. Tetapi, madrasah yang sama sekali tidak layak belum kunjung diberikan bantuan," kata Yandri Susanto berdasarkan keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (8/2).
Harapan itu disampaikannya saat memimpin Tim Kunjungan Kerja Komisi VIII DPR RI mengunjungi Pondok Pesantren Kesatrian Santri Taruna Islam Al-Khairiyah, Cilegon, Banten, Selasa (7/12).
Yandri juga menekankan pemerintah perlu adil dalam membantu sarana dan prasarana pesantren, baik itu negeri maupun swasta.
Di samping itu, Yandri mengungkapkan bahwa Al-Khairiyah merupakan salah satu organisasi massa (ormas) Islam tertua di Indonesia.
Namun dalam kunjungan itu, ia mengungkapkan keprihatinannya setelah mengamati sarana dan prasarana yang ada di madrasah.
"Komisi VIII hari ini berkunjung ke Al-Khairiyah, salah satu ormas Islam yang lahir sebelum Indonesia merdeka. Banyak sekali yang kita dapatkan kali ini. Salah satunya, sarana prasarana madrasah dari tingkat bawah sampai aliyyah (atas) masih banyak yang memprihatinkan," ungkap dia.
Untuk mengatasi hal itu, Yandri meminta pemerintah, khususnya Kementerian Agama serta Kementerian Keuangan untuk meningkatkan anggaran madrasah dan pondok pesantren.
"Kita minta kepada pemerintah, khususnya Kementerian Agama dan Kementerian Keuangan, untuk turut meningkatkan anggaran madrasah dan pondok pesantren," kata dia.
Lebih lanjut, Ketua Komisi VIII DPR RI ini menanggapi persoalan informasi yang tengah berkembang di masyarakat terkait bencana yang akan segera melanda lingkungan mereka."Kemudian masalah bencana yang tadi disampaikan bahwa akan ada tsunami dan bencana lainnya, itu pentingnya mitigasi yang tepat dan cara berkomunikasi yang tepat," jelasnya.
Dengan demikian, lanjut Yandi, masyarakat tidak menjadi korban dari informasi yang belum tentu benar."Karena kalau ada isu tsunami 8 meter, apalagi di Cilegon yang banyak industri strategis, bukan tsunami itu yang ditakuti, justru dampak tsunami itu kalau pabrik atau industri kimia meledak," kata Yandi.